AKUNTANSI INTERNASIONAL ANALISIS KINERJA LAPORAN KEUANGAN PADA PT MALINDO FEEDMILL Tbk PERIODE 2012

AKUNTANSI INTERNASIONAL ANALISIS KINERJA LAPORAN KEUANGAN PADA PT MALINDO FEEDMILL Tbk PERIODE 2012
AKUNTANSI INTERNASIONAL
ANALISIS KINERJA LAPORAN KEUANGAN PADA
PT MALINDO FEEDMILL Tbk PERIODE 2012

Disusun Oleh :
1. Dwi Fatmasari (22210183)
2. Khaerunnisa (23210879)
3. Purba Claudia Angraeni (25210418)
4. Ria Setiani (29210159)
5. Wulandari (28210581)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan usaha perusahaan dicerminkan dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen perusahaan. Pada prinsipnya laporan keuangan merupakan informasi yang dapat membantu manajer, kreditur dan investor dalam menginterpretasikan keadaan kinerja suatu perusahaan. Salah satu alat analisis atas laporan keuangan yang sering digunakan adalah analisis rasio.
Penerapan penilaian kinerja perusahaan sangat perlu dilakukan untuk mengetahui prestasi dan kinerja perusahaan yang berguna untuk kepentingan para pemegang saham maupun bagi manajemen perusahaan. Dengan mengetahui prestasi dan kinerja perusahaan, dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan-keputusan strategis perusahaan sehingga dapat sukses dalam persaingan di dalam maupun di luar negeri.
Adanya kinerja keuangan yang baik, akan mendorong investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Maka, setiap pihak terutama pihak eksternal memerlukan informasi atas laporan keuangan perusahaan. Analisis atas laporan keuangan sangat penting, karena dengan mengetahui laporan keuangan dapat diketahui bagaimana kinerja keuangan perusahaan tersebut (Munawir, 2002:1).
Penilaian terhadap prestasi dan kinerja perusahaan tersebut pada umumnya dinilai dengan menggunakan rasio keuangan. Rasio keuangan merupakan salah satu teknik atau metode dalam menganalisis laporan keuangan perusahaan yang membandingkan antara nilai suatu rekening tertentu dengan nilai rekening yang lainnya dalam laporan keuangan. Analisis rasio keuangan ini memiliki keterbatasan (Warsono, 2003:25). Penilaian dengan menggunakan rasio keuangan tidak memperhitungkan adanya biaya modal (Cost of Capital) yang dapat mengindikasikan seberapa jauh perusahaan telah menciptakan nilai bagi pemilik modal (Utama & Afriani, 2005)
PT Malindo adalah perusahaan yang berusaha dalam bidang industri pakan ternak dan peternakan anak ayam usia sehari (day old chick). Usaha yang didirikan oleh PT Malindo tidak lain bertujuan untuk memperoleh keuntungan dalam menghasilkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan keuangan. Perusahaan dalam mengetahui kondisi keuangan perusahaannya perlu adanya penilaian kinerja keuangan dengan menggunakan berbagai macam rasio, yaitu rasio likuiditas dan rasio solvabilitas, sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk masa yang akan datang.
Mengingat pentingnya analisa rasio tersebut bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun perkembangan perusahaan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk menilai kinerja perusahaan dengan penelitian yang berjudul “ANALISIS LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA PERUSAHAAN PADA PT. MALINDO FEEDMILL Tbk PADA PERIODE 2012”.

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kinerja keuangan pada PT. Malindo Feedmill Tbk dengan menggunakan metode rasio likuiditas dan solvabilitas.?

1.3 Batasan Masalah
Dalam penulisan ini, penulis membatasi masalah hanya untuk menganalisis laporan keuangan periode 1 Januari – 31 Desember 2012 yaitu dengan rasio likuiditas dan rasio solvabilitas pada PT Malindo Feedmill Tbk.

1.4 Tujuan Masalah
Untuk mengetahui kinerja keuangan pada PT. Malindo Feedmill Tbk dengan menggunakan metode rasio likuiditas dan solvabilitas.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Laporan Keuangan
Menurut (Sofyan S. Harahap, 2006, 105) laporan keuangan adalah laporan yang menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.
Menurut (Munawir S, 2002, 2) Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat memberikan informasi tentang suatu keadaan perusahaan sekaligus merupakan alat komunikasi antara data keuangan dengan pihak yang berkepentingan dengan data perusahaan tersebut.

2.2 Jenis Laporan Keuangan
Jenis laporan keuangan menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) yang disahkan pada tanggal 15 Desember 2009 dan mulai efektif berlaku untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, laporan keuangan yang lengkap harus meliputi komponen-komponen berikut ini :

A. Laporan posisi keuangan pada akhir periode
Informasi yang Disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan Laporan posisi keuangan minimal mencakup penyajian jumlah pos-pos berikut:
1. Aset tetap
2. Properti investasi
3. Aset tidak berwujud
4. Aset keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan pada (5), (8) dan (9)
5. Investasi dengan menggunakan metode ekuitas
6. Aset biolojik
7. Persediaan
8. Piutang dagang dan piutang lainnya
9. Kas dan setara kas
10. Total aset yang diklasifikasikan sebagai aset yangdimiliki untuk dijual dan aset yang termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58
11. Utang dagang dan terutang lainnya
12. Kewajiban diestimasi
13. Liabilitas keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan dalam (11) dan (12)
14. Liabilitas dan aset untuk pajak kini sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 46
15. Liabilitas dan aset pajak tangguhan, sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 46
16. Liabilitas yang termasuk dalam kelompok yangdilepaskan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58
17. Kepentingan non-pengendali, disajikan sebagai bagian dari ekuitas
18. Modal saham dan cadangan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk

Entitas mempertimbangkan apakah pos-pos tambahan disajikan secara terpisah didasarkan atas penilaian dari:
a. Sifat dan likuiditas asset
b. Fungsi aset tersebut dalam entitas
c. Jumlah, sifat dan jangka waktu liabilitas

Aset Lancar
Entitas mengklasifikasikan aset sebagai asset lancar, jika:
1. Entitas mengharapkan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk menjual atau menggunakannya, dalam siklus operasi normal
2. Entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan
3. Entitas mengharapkan akan merealisasi aset dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan atau
4. Kas atau setara kas (seperti yang dinyatakan dalam PSAK 2 :Laporan Arus Kas) kecuali aset tersebut dibatasi pertukarannya atau penggunaannya untuk menyelesaikan liabilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.
Entitas mengklasifikasikan aset yang tidak termasuk kategori tersebut sebagai aset tidak lancar.

Liabilitas Jangka Pendek
Suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka pendek jika:
1. Entitas mengharapkan akan menyelesaikan liabilitas tersebut dalam siklus operasi normalnya
2. Entitas memiliki liabilitas tersebut untuk tujuan diperdagangkan
3. Liabilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan
4. Entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas selama sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.
Entitas mengklasifikasi liabilitas yang tidak termasuk kategori tersebut sebagai liabilitas jangka panjang.

B. Laporan laba rugi komprehensif selama periode
Entitas menyajikan seluruh pos pendapatan dan beban yang diakui dalam satu periode:
1. Dalam bentuk satu laporan laba rugi komprehensif
2. Dalam bentuk dua laporan :
a. Laporan yang menunjukkan komponen laba rugi (laporan laba rugi terpisah).
b. Laporan yang dimulai dengan laba rugi dan menunjukkan komponen pendapatan komprehensif lain (laporan pendapatan komprehensif).
Informasi yang Disajikan dalam Laporan Laba Rugi Komprehensif
Laporan laba rugi komprehensif, sekurang-kurangnya mencakup penyajian jumlah pos-pos berikut selama suatu periode:
1. Pendapatan
2. Biaya keuangan
3. Bagian laba rugi dari entitas asosiasi dan joint ventures yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas
4. Beban pajak
5. Suatu jumlah tunggal yang mencakup total dari:
a. Laba rugi setelah pajak dari operasi yang dihentikan
b. Keuntungan atau kerugian setelah pajak yang diakui dengan pengukuran nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual atau dari pelepasan aset atau kelompok yang dilepaskan dalam rangka operasi yang dihentikan
6. Laba rugi
7. Setiap komponen dari pendapatan komprehensif lainyang diklasifikasikan sesuai dengan sifat (selain jumlah dalam huruf (8)
8. Bagian pendapatan komprehensif lain dari entitas asosiasi danjoint ventures yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas
9. Total laba rugi komprehensif.

C. Laporan perubahan ekuitas selama periode
Entitas menyajikan laporan perubahan ekuitas yang menunjukkan:
1. Total laba rugi komprehensif selama suatu periode, yang menunjukkan secara terpisah total jumlah yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan kepada kepentingan non-pengendali
2. Untuk tiap komponen ekuitas, pengaruh penerapan retrospektif atau penyajian kembali secara retrospektif yang diakui sesuai dengan PSAK 25
3. Untuk setiap komponen ekuitas, rekonsiliasi antara jumlah tercatat pada awal dan akhir periode, secara terpisah mengungkapkan masing-masing perubahan yang timbul dari:
a. Laba rugi
b. Masing-masing pos pendapatan komprehensif lain
c. Transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, yang menunjukkan secara terpisah kontribusi dari pemilik dan distribusi kepada pemilik dan perubahan hak kepemilikan pada entitas anak yang tidak menyebabkan hilang pengendalian.

Entitas menyajikan, baik dalam laporan perubahan ekuitas atau dalam catatan atas laporan keuangan, jumlah dividen yang diakui sebagai distribusi kepada pemilik selama periode, dan nilai dividen persaham.

D. Laporan arus kas selama periode
Informasi arus kas memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas dalam menghasilkan kas dan setara kas dan kebutuhan entitas dalam menggunakan arus kas tersebut. PSAK 2 mengatur persyaratan penyajian dan pengungkapan informasi arus kas.

E. Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain
Catatan atas laporan keuangan:
1. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu yang digunakan sesuai dengan paragraf 115 – 122
2. Mengungkapkan informasi yang disyaratkan SAK yang tidak disajikan di bagian manapun dalam laporan keuangan
3. Memberikan informasi yang tidak disajikan dibagianmanapun dalam laporan keuangan, tetapi informasi tersebut relevan untuk memahami laporan

F. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.

2.3 Pengguna Laporan Keuangan
Informasi akuntansi yang dibutuhkan oleh para pengguna laporan keuangan sangat berbeda-beda (bervariasi) tergantung pada jenis keputusan yang hendak diambil. Para pengguna informasi akuntansi ini dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu pemakai internal dan pemakai eksternal. (Hery, 2009, 4)
Pemakai internal, terdiri atas :
· Direktur dan manajer keuangan
Untuk menentukan mampu tidaknya perusahaan dalam melunasi utangnya secara tepat waktu kapada kreditur (banker, supplier), maka mereka membutuhkan informasi akuntansi mengenai besarnya uang kas yang tersedia di perusahaan pada saat menjelang jatuh temponya pinjaman/utang.
· Direktur operasional dan manajer pemasaran
Untuk menentukan efektif tidaknya saluran distribusi produk maupun aktivitas pemasaran yang telah dilakukan perusahaan, maka mereka membutuhkan informasi akuntansi mengenai besarnya penjualan (tren penjualan).
· Manager dan supervisor produksi
Mereka membutuhkan informasi akuntansi biaya untuk menentukan besarnya harga pokok produksi, yang pada akhirnya juga sebagai dasar untuk menetapkan harga jual produk per unit.
· Dan pemakai internal lainnya.
Pemakai eksternal, terdiri atas :
· Investor (penanam modal), menggunakan informasi akuntansi investee (penerima modal) untuk mengambil keputusan dalam hal membeli atau melepas saham investasinya. Dalam hal ini, investor perlu secara cermat dan hati-hati dalam menanggapi setiap perkembangan kondisi kesehatan keuangan investee. Investor sebagai pihak luar dari investee dapat menilai prospek terhadap dana yang akan (telah) di investasikanya lewat laporan keuangan investee, apakah menguntungkan (profitable) atau tidak.
· Kreditur, seperti supplier dan banker, menggunakan informasi akuntansi debitur untuk mengevaluasi besarnya tingkat risiko dari pemberian kredit atau penjaman uang. Dalam hal ini, kreditur dapat memperkecil risiko dengan cara mencari tahu seberapa besar tingkat bonafiditas dan likuidasi debitur lewat laporan keuangan debitur yang bersangkutan.
· Pemerintah, berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan (wajib pajak) dalam hal perhitungan dan penetapan besarnya pajak penghasilan yang harus disetor ke kas negara.
· Badan pengawas pasar modal, mewajibkan public corporation (emiten) untuk melampirkan laporan keuangan secara rutin kepada BAPEPAM. Dalam hal ini, pihak BAPEPAM sangat berkepentingan terhadap kinerja keuangan emiten dengan tujuan untuk melindungi para investor. Di Amerika, badan pengawas pasar modal ini dikenal dengan nama securities and exchange commission (SEC).
· Ekonom, praktisi, dan analis menggunakan informasi akuntansi untuk memprediksi situsi perekonomian, menentukan besarnya tingkat inflasi, pertumbuhan pendapatan nasioanaln dan lain sebagainya.

2.4 Analisa Rasio Keuangan
2.4.1 Rasio Likuiditas
Adalah berhubungan dengan masalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek yang segera harus dilunasi tepat pada waktunya. Dalam hal ini perusahaan harus memperhatikan apakah perusahaan setiap saat dapat memenuhi pembayaran yang diperlukan untuk kelancaran operasi perusahaan.
Dengan kata lain pengertian likuiditas dimaksud sebagai perbandingan antara jumlah uang tunai dan aktiva lain yang dapat disamakan dengan uang tunai disatu pihak (jumlah aktiva lancar) dengan jumlah hutang lancar dan pengeluaran- pengeluaran untuk menyelenggarakan perusahaan dipihak lain. Likuiditas perusahaan ini dapat diketahui dari neraca pada tahun tertentu dengan membandingkan antara aktiva lancar dengan hutang lancar.

a. Current Ratio
Current ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dan utang lancar.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Aktiva lancar
Current Ratio = ———————– x 100%
Hutang lancar

Current ratio merupakan ukuran yang paling umum terhadap kesanggupan perusahaan membayar utangnya dalam jangka pendek, sebab rasio tersebut menunjukan seberapa jauh tagihan dari para kreditur jangka pendek mampu ditutup oleh aktiva yang secara cepat dapat berubah menjadi kas segera (dalam jangka pendek). Oleh karena itu, walupun perusahaan memiliki current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat terbayarnya utang yang sudah saatnya jatuh tempo, karena adanya komposisi aktiva lancar yang tidak menguntungkan.
Secara umum dikatakan bahwa jika current ratio pada perusahaan kurang dari 2: 1 atau 200% dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar turun misalnya lebih dari 50% maka jumlah aktiva lancarnya tidak akan mencukupi untuk menuntut hutang lancarnya. Akan tetapi prinsip tersebut tidaklah absolut melainkan kebijaksanaan tersendiri dari pihak perusahaan.

b. Cash Ratio
mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera dapat diuangkan.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Kas + Efek
Cash Ratio = ——————- x 100%
Utang lancar

c. Quick Ratio
Quick Ratio menunjukkan nilai relative antar selisih aktiva lancar dengan persediaan terhadap hutang lancar. Rasionya dihitung dengan membagi nilai aktiva lancar setelah dikurangi dengan persediaan dengan uatang lancar.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Aktiva lancar – Persediaan
Quick Ratio = ———————————— x 100%
Hutang lancar

Dari rumusnya diketahui bahwa quick ratio tidak memperhitungkan elemen persediaan. Hal ini akan menyebabkan nilai rasio ini akan menjadi lebih kecil dari nilai rasio lancar. Komponen persediaan dianggap tidak dengan mudah atau lancar dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo.
Walaupun persediaan termasuk aktiva lancar, namun persediaan tidak dengan lancar dapat segera digunakan untuk memenuhi kewajiban perusahaan. Menkonversi nilai persediaan menjadi uang kas membutuhkan waktu relative lebih lama jika dibanding aktiva lainnya.

2.4.2 Rasio Solvabilitas
Merupakan suatu analisis rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila perusahaan tersebut dilikuiditas. Apabil kekayaan yang dimiliki perusahaan tersebut cukup untuk memenuhi semua hutang baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang. Perusahaan dapat dikatakan Solvabel apabila perusahaan memiliki aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutangnya. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas dilihat dari sudut pandang kontinuitas dan komplementaris dari suatu perusahaan maka tingkat solvabilitas tidak didasarkan likuiditas melainkan nilai sebenarnya dari aktiva yang dimiliki perusahaan pada saat operasi. Tujuan rasio solvabilitas adalah menandakan adanya tingkat solvabilitas permodalan yang digunakan oleh perusahaan. Konsep solvabilitas permodalan diilustrasikan ketika perusahaan meminjam uang untuk mendanai asetnya. Rasio untuk kategori ini diuji oleh pemberi pinjaman untuk memperoleh gambaran jelas mengenai resiko yang terjadi jika meminjamkan uang kepada perusahaan. Pemberi pinjaman ingin diyakinkan bahwa uang mereka akan dibayar kembali. Pemilik perusahaan juga mempunyai kepentingan dengan tingkat solvabilitas, tetapi untuk alasan yang berbeda. Seringkali pemilik menginginkan perusahaan meminjam uang untuk membantu meningkatkan tingkat pengembalian yang diperoleh dari investasi modalnya.jika perusahaan mendapatkan pengembalian yang lebih tinggi dari biaya peminjaman dana maka solvabilitas permodalan dapat dipertimbangkan. Jika sebaliknya maka perusahaan lebih baik tidak meminjam dana.

a. Total Debt to Total Asset Ratio
Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu :
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Total Hutang
Total Debt to Total Assets Ratio = ———————– x 100%
Total Aktiva

b. Total Debt to Equity Ratio
Rasio ini membandingkan antara utang jangka panjang dan modal pemilik. Rasio ini menunjukan berapa bagian modal pemilik yang menjadi jaminan utang jangka panjang. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan modal pemilik untuk menutup utang jangka panjang perusahaan.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Total Hutang
Total Debt to Equity Ratio = ————————– x 100%
Modal Sendiri

c. Equity to Fixed Asset Ratio
Jika rasio ini lebih dari 100% berarti modal sendiri melebihi total aktiva tetap dan menunjukan aktiva tetap seluruhnya dibiayai oleh pemilik perusahaan dan sebagian dari aktiva lancar juga dibiayai oleh pemilik perusahaan. Sebaliknya jika rasio dibawah 100% berarti sebagian aktiva tetapnya dibiayai dengan modal pinjaman jangka pendek/jangka panjang sedang aktiva lancarnya seluruhnya dibiayai dengan modal pinjaman.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Modal Sendiri
Equity to Fixed Asset Ratio = ————————– x 100%
Aktiva Tetap

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisa Rasio Keuangan
3.3.1 Rasio Likuiditas
Likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek yang segera harus dilunasi tepat pada waktunya.

1. Current Ratio
Rasio lancar sangat berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, dimana dapat diketahui sampai seberapa jauh sebenarnya jumlah aktiva lancar perusahaan dapat menjamin hutang lancarnya. Semakin tinggi rasio berarti semakin terjamin hutang-hutang perusahaan kepada kreditor.

Current ratio (CR) = Aktiva lancar : Hutang lancar x 100%

Tabel 1
Current Ratio

Tahun
Aktiva Lancar
Hutang lancar
2012
894.203.546.000
852.741.232.000

Keterangan : Current rasio sebesar 1.048, artinya setiap utang lancar Rp 1.00 dijamin oleh aktiva lancar Rp 1.048

Jika rata-rata industri untuk current ratio adalah antara 100%-200%, berarti mengindikasikan dari tahun 2012 keadaan perusahaan kondisinya cukup baik, namun jika dibandingkan dengan perusahaan lain rasionya masih dibawah rata-rata. Dan hal ini memberikan indikasi adanya kekurangmampuan perusahaan dalam menjamin hutang lancar dengan aktiva lancar yang ada.

2. Cash Ratio
Rasio ini menggambarkan kemampuan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan. Jadi, rasio kas mengukur likuiditas dari aktiva lancar yang pasti dapat dicairkan menjadi kas. Bila mana persediaan diperkirakan lama terjual dan piutang lama tertagih, kita sebaiknya menggunakan rasio kas sebagai pengukur likuiditas, bukan rasio lancar atau rasio cepat.

Cash Ratio = Kas+Efek : Utang Lancar x 100%

Tabel 2
Cash Ratio

Tahun
Kas + Efek
Hutang lancar
2012
90.563.059.000
852.741.232.000

Keterangan : Cash ratio sebesar 0.106, artinya bahwa setiap utang lancar Rp 1.00 dijamin oleh aktiva sebesar Rp 0.106

Jika rata-rata industri untuk cash ratio adalah 50% berarti dari tahun 2012 perusahaan memiliki cash ratio yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kekurangan dana kas untuk membayar hutang jangka pendeknya sehingga perlu dilakukan penjualan aktiva lancar yang lain untuk menutupi kekurangan dana kas. Hal inilah yang menyebabkan analisa laporan keuangan perlu melihat cash ratio.

3. Quick Ratio
Quick ratio merupakan rasio antara aktiva lancar sesudah dikurangi persediaan dengan hutang lancar. Rasio ini menunjukkan besarnya alat likuid yang paling cepat bisa digunakan untuk melunasi hutang lancar. Persediaan dianggap aktiva lancar yang paling tidak lancar, sebab untuk menjadi uang tunai (kas) memerlukan dua langkah yakni menjadi piutang terlebih dulu sebelum menjadi kas. Semakin besar rasio ini semakin baik.

Quick ratio = Aktiva Lancar – persediaan : Hutang Lancar x100%

Tabel 3
Quick Ratio

Tahun
Aktiva lancar
Persediaan
Hutang lancar
2012
894.203.546.000
262.602.864.000
852.741.232.000

Keterangan : Terdapat Rp 0.741 aktiva lancar yang tersedia pada perusahaan untuk memenuhi tiap-tiap Rp 1.00 hutang yang jatuh tempo saat ini.
Hasil perhitungan Quick ratio tahun 2012 menunjukkan kondisi yang kurang baik jika dibandingkan dengan perusahaan lain karena rasionya masih dibawah rata-rata industri. Jika perusahaan mampu menagih piutang usahanya, maka perusahaan dapat melunasi kewajiban lancarnya tanpa melikuidasi persediaan.

3.3.2 Rasio Solvabilitas
Solvabilitas adalah suatu analisis rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila perusahaan tersebut dilikuiditas.

1. Total Debt to Total Asset Ratio
Rasio ini merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Sehingga rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva.
Total Debt to Total Asset Ratio = Total Hutang : Total Aktiva x 100%

Tabel 4
Total Debt to Total Asset Ratio
Tahun
Total hutang
Total aktiva
2012
1.118.011.013.000
1.799.881.575.000

Keterangan : Total debt to total asset ratio sebesar Rp 62.1% berarti bahwa kemampuan perusahaan dalam menjamin setiap total utang Rp 1.00 dijamin oleh total aktiva Rp 0.621

Jika rata-rata industri 60%, hasil perhitungan total debt to total asset ratio tahun 2012 perusahaan di atas rata-rata industri sehingga sulit bagi perusahaan memperoleh pinjaman atau tambahan dana dari para kreditur. Kondisi ini menunjukkan perusahaan dibiayai hampir separuhnya dari utang. Jika perusahaan bermaksud menambah utang, perusahaan terlebih dulu perlu menambah ekuitasnya.

2. Total Debt to Equity Ratio
Rasio hutang modal menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang.

Total Debt to Equity Ratio = Total Hutang : Modal Sendiri x 100%

Tabel 5
Total Debt to Equity Ratio

Tahun
Total hutang
Modal sendiri
2012
1.118.011.013.000
681.870.544.000

Keterangan : Total debt to equity ratio sebesar 163.9%, artinya setiap total utang Rp 1.00 dijamin oleh modal sendiri sebesar Rp 1.639
Pada hasil perhitungan total debt to equity ratio tahun 2012 diatas 100% sangat berbahaya bagi kreditur karena jumlah utang lebih besar dari modal pemilik. Dan akan berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat utang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangi keuntungan. Jadi, semakin besar kewajiban perusahaan yang harus dipenuhi kepada pihak lain.

3. Equity to Fixed Asset Ratio
Menunjukkan berapa besar aktiva tetap yang dibiayai oleh modal sendiri.

Equity to Fixed Asset Ratio = Modal Sendiri : Aktiva Tetap x 100%

Tabel 6
Equity to Fixed Asset Ratio

Tahun
Modal sendiri
Aktiva tetap
2012
681.870.544.000
905.678.029.000

Pada rasio Equity to fixed asset rasio, tingkat rasio perusahaan dibawah 100% menunjukkan sebagian aktiva tetap dibiayai dengan modal pinjaman. Sudah sewajarnya dibiayai dengan modal sendiri sehingga tidak menimbulkan tekanan terhadap likuiditas perusahaan pada saat pembayaran utang itu tiba.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kinerja keuangan PT Malindo Feedmill Tbk secara keseluruhan bisa dikatakan kurang baik dapat dilihat dari rasio likuiditas dan solvabilitas yang mengalami kenaikan dan penurunan pada tahun 2010-2012. Jika dibandingkan dengan rasio rata-rata industri menunjukkan hasil dibawahnya.
2. Dilihat dari rasio likuiditasnya perusahaan harus lebih pandai dalam mengelola kas perusahaan agar nantinya dana atau modal perusahaan dapat digunakan untuk membayar hutang perusahaan. Dan dari rasio solvabilitasnya perusahaan harusnya dapat membayar hutangnya dengan modal sendiri dan tidak banyak menggunakan pinjaman dari luar.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Sofyan Syafri, 2006. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hery. 2009. Akuntansi Keuangan Menengah 1, PT Bumi Aksara, Jakarta.
Munawir, S, 2002. Akuntansi Keuangan dan Manajemen, Edisi pertama, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
eprints.uny.ac.id/7864/2/BAB%201-08409131037.pdf
http://jurnalskripsi.com/analisis-kinerja-keuangan-perusahaan
http://www.scribd.com/doc/98431201/PSAK-1-Revisi-2009

perbedaan akuntansi nasional dan akuntansi internasional & laporan keuangan sebelum IFRS dan sesudah IFRS

PERBEDAAN ANTARA AKUNTANSI INTERNASIONAL – NASIONAL

1. PELAPORAN UNTUK MNC/MNE (MULTI NASIONAL CORPORATION)
2. BATAS NEGARA
3. PELAPORAN UNTUK PIHAK LAIN DI NEGARA YANG BERBEDA
4. PERPAJAKAN INTERNASIONAL
5. TRANSAKSI INTERNASIONAL

CONTOH LAPORAN KEUANGAN YANG BELUM DAN SUDAH DI IFRS

Dengan dilakukannya adopsi PSAK ke IFRS maka :
1. Mengurangi peran dari badan otoritas dan panduan terbatas pada industri-industri spesifik.
2. Pendekatan terbesar pada subtansi atas transaksi dan evaluasi dimana merefleksikan realitas ekonomi yang ada.
3. Peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional.
4. Menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan.
5. Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis.
6. Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju “best practise”.

III. TUJUAN ADOPSO IFRS
1. Transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

IV. MANFAAT ADOPSI IFRS

Penggunaan standar akuntansi internasional di Indonesia dalam pelaporan keuangan memiliki beberapa manfaat seperti :

1. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan yang menekankan pada principle based dalam penyusunannya dan professional judgment
2. Penggunaan standar akuntansi keuangan dapat meningkatkan keakuratan dalam menilai performa perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan. Asbaugh dan Pincus (2001) menyatakan bahwa keakuratan analisis yang dilakukan oleh analis keuangan meningkat setelah perusahaan mengadopsi/menggunakan standard akuntansi internasional (IFRS). Menurut Asbaugh dan Pincus (2001) meningkatnya keakuratan analisis dari para analis keuangan disebabkan karena standar akuntansi internasional mensyaratkan pengungkapan kondisi keuangan yang lebih rinci daripada standar akuntansi lokal.
3. Dengan penggunaan standar akuntansi internasional dimungkinkannya perbandingan antar perusahaan yang berdomisili pada dua tempat yang berbeda (contoh: membandingkan perusahaan yang beroperasi di Indonesia dan yang beroperasi di Australia). Hal ini dimungkinkan karena kesamaan aturan dan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan sehingga memudahkan dilakukan perbandingan informasi-informasi keuangan diantara perusahaan-perusahaan yang bersangkutan.
4. Menurunkan biaya modal melalui pasar modal global.
Dengan semakin banyaknya informasi keuangan yang diungkapkan dalam laporan keuangan dan adanya komparabilitas antara laporan keuangan perusahan satu dengan perusahaan lainnya dapat menyebabkan turunnya biaya modal yang dikeluarkan oleh perusahaan/investor (Li, 2008).
5. Meningkatkan komprabilitas pelaporan keuangan untuk perbandingan para investor dalam menilai laporan keuangan perusahaan. Konvergensi PSAK dengan IFRS dapat membawa manfaat bagi iklim investasi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kemudahaan para investor untuk membandingkan informasi-informasi keuangan dari perusahaan di Indonesia dengan perusahaan di negara lain. Lebih lanjut lagi analisis-analisis yang dilakukan oleh para pakar keuangan terhadap informasi keuangan perusahaan Indonesia dapat lebih akurat sehingga dapat mengurangi keraguan investor akan kekeliruan pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan para analis.
6. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional.
Dengan diterapkannya IFRS perusahaan tidak perlu mendatangkan analis untuk mentranslate laporan keuangannya kepada investor luar.
7. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
8. Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.

V. DAMPAK ADOPSI IFRS DI INDONESIA TERHADAP KUALITAS PENYAJIAN PELAPORAN KEUANGAN

Beberapa dampak yang terjadi atas adopsi IFRS terhadap kualitas penyajian Pelaporan Keuangan diantaranya :
1. Perubahan konsep dari rule based ke principle based
Principle based mengandung makna bahwa standart akuntansi tidak bersifat ketat atau rigid, melainkan hanya memberikan prinsip-prinsip umum standar akuntansi yang harus diikuti untuk memastikan pencapaian kualitas informasi tertentu yang relevan, dapat diperbandingkan dan objektif, sedangkan rule based mengandung makna bahwa untuk mencapai kualitas informasi tertentu yang relevan, dapat diperbandingkan, dan objektif, standar akuntansi harus bersifat ketat dan rigid.

2. Peran Profesional Judgement lebih dibutuhkan

Peralihan menuju principle based standar mempunyai arti standar akuntansi yang akan kita gunakan menjadi lebih bersifat fleksibel karena aturan-aturan yang detail sudah disederhanakan kedalam beberapa prinsip-prinsip dasar saja. Fleksibilitas dari IFRS inilah yang menjadikan peran professional judgement lebih dibutuhkan baik dalam hal mempersiapkan laporan keuangan maupun dalam hal pengauditan. Dan hal terpenting yang harus kita lakukan adalah bahwa semua dokumen serta proses Profesional Judgement itu harus didokumentasikan.

3. Penggunaan Fair Value Accounting

Fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Nilai adalah nilai yang wajar mencerminkan kualitas kredit suatu instrumen. Sehingga dengan adanya fair value accounting maka penyajian atas pelaporan keuangan untuk nilai aset dan instrumen keuangan tercatat pada nilai sebenarnya atau wajar sesuai dengan kondisi pasar. Sehingga kualitas yang dihasilkan atas laporan keuangan menjadi dapat diandalkan.

4. Keterlibatan pihak ketiga dalam penyusunan laporan keuangan

Dengan adanya konvergensi IFRS, menyebabkan segala sesuatu yang berkaitan dengan penilaian dan pengukuran menjadi penting, sehingga kebutuhan atas adanya pihak ketiga didalam penyusunan laporan keuangan sangat besar. Karena laporan keuangan mewajibkan untuk diungkapkan secara menyeluruh agar transparansi menjadi suatu hal penting bagi pengguna laporan keuangan.

Adapun Perbedaan dalam pengungkapan dan penyajian Laporan Keuangan sebelum dan sesudah Adopsi IFRS di Indonesia Adalah :

PENGUNGKAPAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
NO
PERBEDAAN
IFRS
PSAK
1
Komponen Laporan keuangan
· Laporan Posisi keuangan
· Laporan laba rugi komprehensif
· Laporan perubahan ekuitas
· Laporan arus kas
· CALK
· NERACA
· Laporan Laba Rugi
· Laporan perubahan ekuitas
· Laporan arus kas
· CALK
2
Pengungkapan dalam laporan posisi keuangan
Berbasis IFRS
ASET:
Tidak Lancar

Asset lancer
EKUITAS
Ekuitas yang dapat didistribusikan ke pemilik entitas induk

Hak non pengendali

Laibilitas

Labilitas jangka panjang

Labilitas jangka pendek

Berdasarkan PSAK
Asset :
Aset lancar

Asset tidak lancar
Laibilitas
Laibilitas jangka pendek

Laibilitas jangka panjang

Ekuitas

Hak non pengendali

Ekuitas yang dapat didistribusikan ke pemilik entitas induk

3
Istilah minority interest
Istilah minority interest (hak minoritas )diganti menjadi non controlling interest (hak non pengendali)dan disajikan dalam laporan perubahn ekuitas
Menggunakan istilah hak minoritas
4
Pos luar biasa
Tidak menggunakan istilah pos luar biasa
Menggunakan istilah pos luar biasa
5
Penyajian liabilitas jangka panjang yang akan dibiayai kembali
Liabilitas jangka panjang disajikan sebagai liabilitas jangka pendek jika akan jatuh tempo dalam 12 bulan meskipun pembiayaan kembali sudah selesai setelah periode pelaporan dan sebelum penerbitan laporan keuangan
Tetap disajikan sebagai laibilitas jangka panjang

TUGAS 4 PERBANDINGAN ANTARA IFRS DENGAN PSAK

Nama Kelompok 8 (Jepang):
1. Dwi Fatmasari
2. Khaerunnisa
3. Purba Claudia
4. Ria Setiani
5. Wulandari
Kelas : 4eb04
TUGAS 4
PERBANDINGAN ANTARA IFRS DENGAN PSAK
Semakin derasnya arus globalisasi yang menghilangkan batas batas geografis dalam kegiatan perekonomian telah menuntut adanya sistem akuntansi dan pelaporan keuangan yang seragam dan dapat diterima di berbagai negara. Untuk itu, dibentuklah suatu standar yang bernama IFRS (International Financial reporting standar) sebagai suatu pakem umum dalam usaha harmonisasi standar akuntansi keuangan. Dengan adanya suatu standar yang diterima secara internasional, diharapkan keterbandingan laporan keuangan antar negara menjadi lebih tinggi.
Indonesia, sebagai suatu negara berkembang pun tidak ketinggalan dalam mengadopsi IFRS. Adopsi PSAK ke IFRS pun semakin menggaung ketika IAI mencanangkan konvergensi penuh IFRS ke PSAK pada tahun 2012. Diharapkan, dengan adanya konvergensi ini dapat memudahan pemahaman terhadap laporan keuangan yang dikenal secara internasional serta dapat meningkatkan arus investasi
Proses konvergensi IFRS di Indonesia terbagi atas tiga tahap, yaitu:
1. Tahap adopsi (Tahun 2008-2010)
2. Tahap persiapan (Tahun 2011)
3. Tahap implementasi (2012)
Dalam tahap konvergensi ini terdapat beberapa kendala yang dihadapi seperti perlunya penyesuaian standar internasional terhadap aspek hukum di Indonesia, penyesuaian terhadap aturan perpajakan, kesiapan sumber daya manusia yang belum matang, serta masalah keberadaan lembaga standar akuntansi Indonesia yang belum independen.

Perbedaan IFRS dengan PSAK 16
Aktiva Tetap (IAS 16: PSAK 16 REV 2007)
No
Perbedaan
IFRS
PSAK
Efek Konvergensi
1
Penilaian Aktiva
Penerapan prinsip nilai wajar dalam penilaian Asset. Aktiva dapat diukur dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu model revaluasi dan model harga perolehan
Sama dengan IFRS.
Penggunaan jasa independent akan berkembang untuk asset yang tidak dapat diukur nilai pasarnya
2
Selisih akibat revaluasi
Nilai selisih akibat adanya revaluasi disajikan dalam laporan laba rugi dan ekuitas
Sama dengan IFRS
Harus dilakukan penyesuaian terhadap aturan perpajakan terkait pengenaan pajak (PMK 79/2008), seperti terhadap selisih lebih revaluasi dan perolehan ijin untuk melakukan revaluasi.
3
Metode penyusutan
Metode penyusutan yang digunakan harus ditelaah secara periodik. Koreksi akibat penelaahan ini akan diperlakukan sesuai dengan IAS 8. Dimungkinkan juga perubahan terhadap metode penyusutan jia dalam hasil review terdapat perubahan signifikan dengan pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan dari aktiva tersebut.
Sama dengan IFRS, dengan penyesuaian sesuai dengan PSAK 25
Perlunya penyesuaian terhadap peraturan permohonan ijin terhadap Ditjen Pajak untuk melakukan perubahan metode penyusutan.
4.
Nilai residu
Manajemen harus melakukan review atas nilai residu dan masa manfaat aktiva setiap tahun. Jika terdapat perubahan, maka disesuaikan dengan menggunakan IAS 8
Sama dengan IFRS, dengan penyesuaian sesuai dengan PSAK 25

Kesimpulan :
Penetapan IFRS sebagai standar internasional dalam pelaporan keuangan bertujuan untuk memudahkan penulisan dan pelaporan keuangan bagi para investor. Dengan adanya standar yang berlaku secara global mengakibatkan perusahaan tidak perlu mengganti standar pelaporan perusahaan agar dapat dimengerti oleh investor yang mungkin berasal dari berbagai negara. Dengan satu standar internasional juga dapat mengurangi biaya yang timbul dari konvergensi atau penyesuaian laporan keuangan yang dibuat.
Di indonesia standar yang digunakan perusahaan atau organisasi bisnis untuk membuat laporan keuangan adalah PSAK. Sekarang ini dengan adanya perkembangan IFRS sebagai standar baru mengakibatkan diadopsinya standar IFRS kedalam standar PSAK. Adopsi IFRS ke dalam PSAK tidak dilakukan secara langsung tetapi secara bertahap yang memunculkan beberapa perbedaan antara IFRS dan PSAK. Adanya perbedaaan tersebut bukan berarti IFRS tidak berlaku di Indonesia ataupun sebaliknya. Akan tetapi, standar yang tetap berlaku di Indonesia adalah PSAK sehingga pelaporan keuangan tetap arus mengikuti standar PSAK ini.
Daftar Pustaka
Purba, Marisi P, IFRS Konvergensi dan Kendala Aplikasinya di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta,2010
Deloitte Publication, IFRS and Indonesian GAAP A Comparison (Jan 2007)
Delioite Publication, IFRS Model Financial Statement, 2010
KPMG Publication, IFRS compared to Indonesian GAAP
http://staff.blog.ui.ac.id/martani/
http://staff.blog.ui.ac.id/martani/
https://rogonyowosukmo.wordpress.com
http://wonkcrb.blogspot.com/2011/03/sedikit-tentangproseskonvergensi-psak.html
Elraihany.wordpress.com

Disclosure in financial statement reporting

Disclosure in financial statement reporting
Tugas 5

Nama Kelompok 8 (jepang):
1. Dwi fatmasari
2. Khaerunnisa
3. Purba claudia A
4. Ria setiani
5. Wulandari

kelas : 4eb04

Apa itu disclosure?

Pengungkapan (disclosure) Laporan Keuangan
Pengungkapan informasi dalam Laporan Keuangan dilakukan untuk melindungi hak pemegang saham yang cenderung terabaikan akibat terpisahnya pihak manajemen yang mengelola perusahaan dan pemegang saham yang memiliki modal.
Informasi dalam Laporan Keuangan harus disajikan dengan memadai untuk memungkinkan dilakukannya sebuah prediksi kondisi keuangan, arus kas, dan profitabilitas perusahaan di masa depan.
Informasi yang akan diungkapan dalam Laporan Keuangan tentunya harus disesuaikan dengan kepentingan pengguna Laporan Keu8angan.
Diharapkan dengan semakin transparan informasi yang disajikan oleh suatu perusahaan ditambah dengan semakin nyatanya penerapan tata kelola yang baik akan meningkatkan keberhasilan bisnis dalam dunia usaha secara berkesinambungan, juga dapat digunakan untuk memahami bisnis pada suatu perusahaan (Valetta, 2005).
Hendriksen (1992) mengungkapkan bahiwa terdapat tiga konsep yang umum dalam pengungkapan yaitu:
1. Pengungkapan yang cukup (adequate dlisclosure) adalah pengungkapan informasi oleh perusahaan dengan tujuan memenuhi kewajiban dalam menyampaikan informasi. Informasi yang diungkapkan sesuai dengan stadar minimum yang diwajibkan. terutama informasi yang menurut lembaga terkait wajib disajikan. Pengungkapan jenis ini banyak dilakukan oleh perusahaan.
2. Pengungkapan yang wajar (fair disclosure) adalah pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dengan menyajikan sejumlah informasi yang menurut perusahaan dapat memuaskan pengguna Laporan Keuangan yang potensial. Informasi minimum yang diwajibkan dan informasi tambahan lainnya untuk menghasilkan penyajian Laporan Keuangan yang wajar.
3. Pengungkapan yang lengkap (full disclosure) adalah pengungkapan yang menyajikan semua informasi yang relevan. Informasi yang diungkapkan adalah informasi minimum yang diwajibkan ditambah dengan informasi lain yang diungkapkan secara suka rela. Full disclosure dapat membantu mengurangi terjadinya informasi asimetris, namun seringkali dinilai berlebihan.

Suatu pengungkapan yang memadai akan berdampak positif bagi para pemakai Laporan Keuangan dalam pengambilan keputusan. Namun perlu dipertimbangkan bahwa manfaatnya harus lebih besar dibandingkan dengan biaya yang terjadi. Sehingga perlu dilihat informasi mana yang penting untuk disajikan karena informasi yang berlebihan juga tidak dapat dimaksimalkan penggunaannya. Karena selain informasi tersebut hanya digunakan beberapa pihak saja, informasi itu juga dapat menimbulkan kesalahan interpretasi.

Standar Pengungkapan Informasi
Berdasarkan prinsip Organisation for Economic Cooperation and Development, penerapan pengungkapan penuh dalam Laporan Keuangan perusahaan harus memperhatikan empat hal berikut:
(1) Pengungkapan harus meliputi, tetapi tidak terbatas pada, informasi material mengenai: (1) hasil keuangan dan operasi perusahaan; (2) tujuan perusahaan; (3) kepemilikan saham mayoritas dan hak suara; (4) anggota dari jajaran direksi dan eksekutif, serta insentif yang mereka terima; (5) faktor risiko material yang diketahui; (6) permasalahan material terkait karyawan dan pihak-pihak berkepentingan lainnya; serta (7) struktur corporate governance dan kebijakan perusahaan.
2. Informasi harus disiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi. Pengungkapan tersebut mencakup informasi keuangan dan non- keuangan.
3. Audit tahunan harus dilaksanakan oleh auditor independen agar memberikan keyakinan eksternal dan obyektif atas cara penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan.
4. Saluran penyebaran informasi harus memberikan akses yang wajar, tepat waktu, dan cosf-effective terhadap informasi yang relevan untuk pemakai.

Wallace dan Naser (1995) menyatakan bahwa financial disclosure atau pengungkapan dalam Laporan Keuangan adalah konsep yang abstrak dan tidak dapat diukur secara langsung. Akibatnya untuk menilai kualitas pengungkapan dalam Laporan Keuangan diperlukan alat ukur tertentu misalnya indeks, sehingga pengungkapan suatu Laporan Keuangan dapat dibandingkan dengan pengungkapan Laporan Keuangan yang lainnya.

Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan, Suwardjono (2005). Tujuan pengungkapan adalah menyediakan informasi yang memadai bagi para pengguna untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Pengungkapan dalam hal ini dapat dikelompokkan sebagai pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan yang diatur dalam peraturan yang berlaku sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan yang tidak diatur dalam peraturan yang berlaku. Teori pensignalan (signaling theory)yang melandasi pengungkapan sukarela ini, Suwardjono (2005). Dengan mengungkapkan informasi yang bersifat private yang tidak diwajibkan, manajemen berharap informasi tersebut merupakan good news bagi investor atau pemegang saham dan merupakan bentuk kredibilitas manajemen. Namun pada dasarnya, tingkat pengungkapan yang tepat tetap harus memperhatikan kos dan manfaat, karena belum tentu tingginya kos yang dikeluarkan untuk menghasilkan informasi akan seiring dengan besarnya manfaat yang diterima oleh perusahaan.

Menurut Hendrikson (1994) dalam Subiyantoro dan Saarce Elsye Hatane (2007) ), wajar (fair), dan lengkap (full). Pengungkapan cukup adalah yang paling lazim dipergunakan dari tiga pernyataan itu, meskipun hal ini menyiratkan hanya pengungkapan minimum yang serasi dengan tujuan negatif untuk membuat laporan tidak menyesatkan. Wajar dan lengkap merupakan konsep yang lebih positif. pengungkapan yang wajar secara tak langsung merupakan tujuan etis agar memberikan perlakuan yang sama bagi semua user yang berkepentingan dengan perusahaan. Pengungkapan yang lengkap menyiratkan penyajian semua informasi yang relevan. Pengungkapan yang layak mengenai informasi yang signifikan bagi para investor dan pihak lainnya hendaknya cukup, wajar dan lengkap.

Sumber:
http://ernyanggrahini.blogspot.com/2011/12/disclosure-on-financial-statement.html?m=1

Klik untuk mengakses file

tulisan sistem akuntansi jepang ( perbedaan standar akuntansi jepang dipasar jepang )

SYARAT PENGUNGKAPAN DI PASAR JEPANG DENGAN PERBEDAAN STANDAR AKUNTANSI

Karena Keunikan dari Standar Akuntansi Jepang dan IFRS memunculkan 3 perbedaan pengungkapan yang diciptakan di pasar Jepang:

Standar Akuntansi dasar di Jepang
Standar Akuntansi Dasar dengan Negara Asing
Standar dari IFRS
Artikel analisis MOF termasuk dalam masalah potensial untuk menyatakan jepang dengan Standart Akuntansi Internasional. Berbagai standar pasar jepang yang diungkapkan dibawah ini:

Kasus Perusahaan Luar Negeri

Langkah perusahaan luar negeri dengan standart jepang menurut hukum yang ada di jepang.
Langkah Perusahaan Luar Negeri denagn Satndart dalam negeri atau Standart tiga negara menurut hokum yang ada dijepang.
Gambaran tentang perusahaan Luar Negeri yang menggunakan IFRS
IFRS tidak menemukan definisi lain Standart dalam Negeri dan Standart tiga negara.
DUALITAS REGULASI AKUNTANSI DI JEPANG

Kode Perdagangan mengatur prosedur–prosedur akunting korporat untuk tujuan utama menentukan secara akurat jumlah modal yang ada untuk dividen juga posisi kreditor yang tidak akan berbahaya karena hambatan properti korporat dari banyaknya distribusi dividen. Kode Perdagangan ini menegakkan periode profit dan metode kalkulasi rugi dan template saldo neracanya dipersiapkan langsung dari buku-buku akunting oleh sarana metode derivatif.

Meskipun detail regulasi mengenai akunting korporasi bisa ditemukan dalam Kode Perdagangan, aturan Kode Perdagangan dari Regulasi-Regulasi Mengenai Buku-Buku Perdagangan dan Kementerian Ordinansi Kehakiman diterapkan untuk item-item yang tidak didefinisikan secara spesi Hukum Pertukaran Sekuritas mendalilkan istilah, format dan metode-metode yang digunakan untuk persiapan saldo neraca, pernyataan profit dan rugi dan dokumen –dokumen lain yang berhubungan dengan kalkulasi finansial. Item-item ini dikirimkan menurut penggunaan yang wajar dan masuk akal termin, format dan metode persiapan yang ditentukan dalam Ordinansi MOF.

Dari sudut pandang yang lebih praktis, dokumen–dokumen kalkulasi finansial menyediakan informasi penting berkaitan dengan evaluasi–evaluasi sekuritas yang bisa dinegosiasikan dan perusahaan yang menerbitkan saat itu membagikan penempatan ataupenawaran perdana saham. Ordinansi ini mendukung pembuatan investigasi administratif lebih lancar dan semakin cepat. Ordinansi meningkatkan kewajaran transaksi dengan menyediakan representasi lebih akurat sementara memudahkan mereka untuk ditangani dalam cara lebih halus melalui format rasional yang melancarkan analisis-analisis lebih cepatu penawaran perdana saham.

Hukum Pertukaran Sekuritas ini diperkenalkan setelah Perang Dunia II dan ditujukan untuk mengkopi hukum yang sama ditetapkan pada 1933 dan 1934 di Amerika Serikat. Asumsi dasar dari otoritas pekerjaan dalam menyarankan legislasi korporat baru dan sekuritas-sekuritas bekerja baik di Amerika Serikat namun juga bekerja di Jepang.

ISU LEGENDA

Catatan penting untuk adopsi Standar-Standar Akunting Internasional di Jepang adalah beberapa pernyataan finansial diharuskan memasukkan sebuah legenda yang diminta oleh Amerika Serikat. Seseorang bisa menunjukkan masalah lain dengan praktik-praktik akunting Jepang. Pada Agustus 1995 laporan tahunan Dana Moneter Internasional, administrasi kebijakan Jepang dituduh gagal untuk menggunakan ukuran efektif untuk memperbaharui kelambatan sistem perbankan, lebih jauh dikatakan “menunggu tidak akan memulihkan kerugian, namun malah menambahnya” dan IMF meminta Jepang mengambil tindakan cepat untuk mengkoreksi masalah-masalah bank ini. Laporan ini juga menyatakan bahwa : (1) mekanisme pasar yang sekiranya membantu depositor dan investor untuk menyeleksi bank-bank yang tidak bekerja karena penyingkapan yang tidak memadai dari pengoperasian informasi bank-bank; dan (2) penting bagi pemegang saham untuk menuntut kesempurnaan aturan yang lebih jelas ringkas menentukan bagaimana dana-dana ini perlu diamankan untuk membersihkan hutang yang menimbulkan masalah bank, termasuk reksadana.

Berbagai masalah yang timbul di Jepang dari perusahaan domestik dan internasional karena sistem akuntansi di Jepang berbedadari standar internasional. Bahkan ’penjualan’, standar akuntansi di Jepang tidak jelas dan proses penjelasan secara spesifik kebiasaan industri. Ditengah-tengah ekspansi dari pasar modal yang melintasi batas nasional, hak isolasi pasar Jepang dari negara asing untuk melanjutkan masalah standar akuntansi yang bersifat merugikan semua investor dan kerja sama di dunia, sebagai perampasan investor dunia dari pilihan yang berharga dan pilihan menambah simpanan terbatas untuk kerja sama.

A. Keunggulan dan kelemahan perusahaan Jepang yang mengadopsi standar akuntansi internasional
Di dalam negeri, perusahaan Jepang terbebani dengan kebutuhan untuk menyiapkan dua macam laporan keuangan untuk menyesuaikan persyaratan legal antara commercial code dan hukum pertukaran sekuritas. Dengan mengadopsi standar internasional mereka akan terbebas dari beban tersebut.

Bagaimanapun, metode akuntansi di Jepang sangat unik, perusahaan di Jepang mencoba menerima keuangan internasional yang diminta untuk memperlihatkan informasi performanyaberdasarkan standar negara asing, atau memperlihatkan metodologinya untuk menyesuaikan perbedaan standarnya. Ini akan menjadi rintangan yang besar untuk perusahaan di Jepang karena mereka akan sulit mengefisiensi biaya tambahan di pasar luar negeri.

Sebagai tambahan, pelaporan keuangan perusahaan cabang luar negeri, dipersiapkan berdasarkan standar negara asing yang akan dikonsolidasi dengan pelaporan keuangan perusahaan induk yang berdasarkan standar di Jepang. Ini merupakan perwujudan pasti untuk melawan tujuan internasional untuk menyeragamkan standar akuntansi.

B. Keunggulan bagi perusahaan asing yang bermaksud untuk menambah simpanan di Jepang
Perusahaan asing yang membolehkan mengajukan pelaporan keuangan dimana dipersiapkan berdasarkan ”home country standard” atau “third country standard” ke MOF. Bagaimanapun FSA menilai pelaporan tersebut untuk menilai jika dokumen menghindar dari resiko kompromi perlindungan investor domestik Jepang. Proses ini, tentu saja, menempatkan beban berat dalam kerja sama asing. Sebagai data, perusahaan asing mungkin mencoba menambah simpanan di pasar lain selain Jepang. Dengan memakai standar internasional dapat mengurangi masalah dan seharusnya menyelidiki lebih lanjut dengan tujuan yang ada dalam pikiran.

C. Keunggulan bagi perusahaan asing yang melakukan bisnis di Jepang
Pelaporan keuangan membutuhkan pengajuan ke MOF oleh perusahaan asing yang melakukan bisnis di Jepang sekarang ini membutuhkan persiapan berdasarkan prinsip akuntansi Jepang. Ini menempatkan beban berat pada kerja sama internasional. Perusahaan tersebut juga harus mempersiapkan dokumen keuangan berdasarkan standar untuk pelaporan kuarter utama mereka di negara asing.

Pertimbangan untuk masalah ini, mengganti standar akuntansi Jepang ke standar internasional adalah solusi yang ideal. Bagaimanapun, standar akuntansi Jepang tidak diciptakan semalaman, tetapi dari cerita masa lalu yang panjang dan melibatkan berbagai macam regulasi. Itu merupakan faktor lain, tergantung dari kultur dan pengertian tentang nilai, itu dapat mencegah konversi lain dari proses efisiensi. Standar yang akan diadopsi dari standar akuntansi internasional, tinjauan tentang hubungan hukum lain, seperti hukum komersial, hukum pergantian sekuritas, dan hukum pajak, yang dibutuhkan.

Konsekuensinya, pengadopsian yang cepat tentang standar akuntansi internasional kurang terpikirkan, kesempatan itu akan berpindah secara perlahan. Ini juga masalah yang harus dipertimbangkan dan di pecahkan di semua proses dari internasionalisasi total di dalam perekonomian di Jepang.

KESIMPULAN

Standar akunansi adalah regulasi atau aturan (termasuk pula hokum dan anggaran dasar yang mengatuir penyusunan laporan keuangan. Penetapan standar adalah proses perumusan atau formulasi standar akuntansi. Namun, praktek sebenarnya berbeda dari yang ditentukan standar. Penetapan standar akuntansi melibatkan gabungan kelompok sector swasta yang meliputi profesi akuntansi, pengguna dan penyusun laporan keuangan, para karyawan dan kelompok publik yang meliputi badan otoritas pajak, kementrian yang bertanggung jawab atas hokum komersial dan koisi pasar modal. Bursa efek yang merupakan sector swasta dan public (tergantung negaranya) juga mempengaruhi proses tersebut. Di Negara hukum umumnya, sector swasta lebih berpengaruh dan profesi auditing cenderung untuk dapat mengatur sendiri dan untuk lebih dapat melakukan pertimbangan atas atestasi terhadap penyajian wajar laporan keuangan. Di Negara-negara hukum kode,sector public lebih berpengaruh dan profesi akuntansi cenderung untuk diatur oleh negara. Hal ini yang meyebabkan mengapa standar akuntansi berbeda-beda diseluruh dunia.

Kebanyakan perusahaan Jepang menyingkapi informasi keuangan dengan menggunakan Standard Akuntansi Jepang. Catatan penting untuk adopsi Standar-Standar Akunting Internasional di Jepang adalah beberapa pernyataan finansial diharuskan memasukkan sebuah legenda yang diminta oleh Amerika Serikat.

Pelaporan keuangan perusahaan cabang luar negeri, dipersiapkan berdasarkan standar negara asing yang akan dikonsolidasi dengan pelaporan keuangan perusahaan induk yang berdasarkan standar di Jepang. Ini merupakan perwujudan pasti untuk melawan tujuan internasional untuk menyeragamkan standar akuntansi

DAFTAR PUSTAKA

Frederick D. S. Choi, Gary K. Meek, 2010, International Accounting, 6th edition, Salemba Empat: Jakarta

SISTEM AKUNTANSI JEPANG

http://uziek.blogspot.com/2009/03/standar-akuntansi.html

http://nitha-lian.blogspot.com/2011/03/standar-akuntansi.html

http://inovarizka.wordpress.com/

http://jurnalakuntansikeuangan.com/2011/07/jepang-mungkin-menunda-adopsi-ifrs/

tulisan softkil sistem akuntansi jepang

2. SISTEM AKUNTANSI JEPANG

Akuntansi dan pelaporan keuangan di Jepang mencerminkan gabungan berbagai pengaruh domestic dan internasional. Dua badan pemerintah yang terpisah bertanggung jawab atas regulasi akuntansi dan hukum pajak penghasilan perusahaan di Jepang memiliki pengaruh lebih lanjut pula. Pada paruh pertama abad ke-20, pemikiran akuntansi mencerminkan pengaruh Jerman; pada paruh kedua, ide-ide dari AS yang berpengaruh. Akhir-akhir ini, pengaruh badan Badan Standar Akuntansi Internasional mulai dirasakan dan pada tahun 2001 perubahan besar terjadi dengan pembentukan organisasi sector swasta sebagai pembuat standar akuntansi.

Jepang merupakan masyarakat tradisional dengan akar budaya dan agama yang kuat. Kesadaran kelompok dan saling ketergantungan dalam hubungan pribadi dan perusahaan berlawanan dengan hubungan independen yang wajar diantara individu-individu dan kelompok di negara-negara barat. Perusahaan Jepang saling memiliki ekuitas saham satu sama lain, dan sering kali bersama-sama memiliki perusahaan lain. Investasi yang saling bertautan ini menghasilkan konglomerasi industry yang meraksasa yang disebut sebagai keiretsu. Bank sering kali menjadi bagian dari kelompok industry besar ini.

Penggunaan kredit bank dan modal utang yang meluas untuk membiayai perusahaan besar terbilang sangat banyak bila dilihat dari sudut pandang Barat dan manajemen perusahaan terutama lebih bertanggung jawab kepada bank dan lembaga keuangan lainnya, dibandingkan kepada para pemegang saham. Pemerintah pusat juga memberlakukan control ketat atas berbagai aktivitas usaha di Jepang, yang berarti control birokrasi yang kuat dalam masalah- masalah usaha, termasuk akuntansi. Pengetahuan mengenai kegiatan usaha utamanya terbatas pada perusahaan dan pihak dalam lainnya seperti bank dan pemerintah.

Modal usaha keiretsu ini, sedang dalam perubahan seiring dengan reformasi structural yang dilakukan Jepang untuk mengatasi stagnasi ekonomi yang berawal pada tahun 1990-an. Krisis keuangan yang mengikuti pecahnya ekonomi gelembung Jepang juga mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh atas standar pelaporan keuangan Jepang. Jelas terlihat bahwa banyak praktik akuntansi menyembunyikan betapa buruknya perusahaan di Jepang. Suatu perubahan besar dalam akuntansi diumumkan pada akhir tahun 1990-an untuk membuat kesehatan ekonomi perusahaan Jepang menjadi semakin transparan dan membawa Jepang lebih dekat dengan standar internasional.

Regulasi dan Penegakan Aturan Akuntansi

Pemerintah nasional masih memiliki pengaruh paling signifikan terhadap akuntansi di Jepang. Regulasi akuntansi didasarkan pada tiga undang-undang : Hukum Komersial, Undang-undang Pasar Modal dan Undang-undang Pajak Penghasilan Perusahaan.

Hukum komersial diatur oleh kementerian Kehakiman (MOJ). Hukum tersebut merupakan inti dari regulasi akuntansi di Jepang dan yang paling memiliki pengaruh besar. Dikembangkan dari hukum komersial Jerman, hukum yang awal di berlakukan pada tahun 1980, tetapi baru dilaksanakan tahun 1899. Perlindungan terhadap kreditor dan pemegang saham merupakan prinsip utama dengan ketergantungan yang sangat jelas atas pengukuran biaya historis. Pengungkapan atas kelayakan kredit dan ketersediaan laba untuk pembagian dividen juga sama pentingnya. Seluruh perusahaan yang didirikan diwajibkan untuk memenuhi provisi akuntansi, yang dimuat dalam aturan-aturan menyangkut neraca, laporan laba rugi, laporan usaha dan skedul pendukung perusahaandengan kewajiban terbatas.
Perusahaan milik public harus memenuhi ketentuan lebih lanjut dalam Undang-undang Pasar Modal (SEL) yang diatur oleh Kementerian Keuangan. SEL dibuat berdasarkan Undang-undang Pasar Modal AS dan diberlakukan terhadap Jepang oleh AS selama masa pendudukan setelah perang dunia II. Tujuan utama SEL adalah untuk memberikan informasi dalam pengambilan keputusan investasi. Meskipun SEL mewajibkan laporan keuangan dasar yang sama seperti hukum komersial, terminology, bentuk dan isi laporan keuangan didefinisikan secara lebih spesifik oleh SEL; beberapa pos laporan keuangan direklasifikasikan untuk keperluan penyajian dan detail tambahan diberikan. Namun laba bersih dan ekuitas pemegang saham tetap sama menurut Hukum Komersial dan SEL.
Dewan Pertimbangan Akuntansi Usaha (BADC) merupakan lembaga penasehat khusus bagi kementerian keuangan yang bertanggung jawab untuk mengembangkan standar akuntansi sesuai dengan SEL. BADC dapat dikatakan merupakan sumber utama PABU di Negara Jepang sekarang ini. Tetapi BADC tidak dapat mengeluarkan standar yang berbeda dengan hukum komersial. Para anggota BADC diangkat oleh kementerian keuangan dan bekerja paruh waktu. Mereka berasal dari kalangan akademisi, pemerintahan, lingkaran bisnis serta anggota Institut Akuntan Publik Bersertifikat di Jepang (JICPA).
Perubahan besar dalam penetapan standar akuntansi di Jepang terjadi pada tahun 2001dengan pembentukan Badan Standar Akuntansi Jepang (ASBJ) dan lembaga pengawas yang terkait dengannya yang dikenal sebagai Lembaga Akuntansi Keuangan (FASF). Sebagai organisasi sector swasta yang independen, ASBJ diharapkan akan menjadi lebih kuat dan lebih transparan dan tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan politik dan bertujuan khusus, bila dibandingkan dengan BADC. ASBJ bekerja sama dengan IASB dalam mengembangkan IFRS.

Pelaporan Keuangan

Perusahaan yang didirikan menurut hukum komersial diwajibkan untuk menyusun laporan wajib yang harus mendapat persetujuan dalam rapat tahunan pemegang saham yang berisi :neraca, lapioran laba rugi, laporan usaha, proposal atas penentuan penggunaan (apropriasi) laba di tahan, skedul pendukung.

Catatan yang menyertai neraca dan laporan laba rugi menjelaskan kebijakan akuntansi dan memberikan detail pendukung . Laporan usaha berisi garis besar usaha dan informasi mengenai operasi, posisi keuangan dan hasil operasi. Sejumlah skedul pendukung juga wajib dibuat, terpisah dari catatan atas laporan keuangan, yang meliputi:

Perubahan dalam modal saham dan cadangan wajib
Perubahan dalam obligasi dan utang jangka panjang dan jangka pendek
Perubahan dalam aktiva tetap dan akumulasi depresiasi
Aktiva dalam penjaminan
Jaminan utang
Perubahan dalam provisi
Jumlah yang terutang kepada dan yang tertagih dari pemegang saham pengendali
Kepemilikan ekuitas dalam anak perusahaan dan jumlah lembar saham perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaan tersebut.
Piutang yang berasal dari anak perusahaan
Transaksi dengan direktur, auditor wajib, pemegang saham pengendali dan pihak ketiga yang menimbulkan konflik kepentingan
Remunerasi yang dibayarkan kepada direktur dan auditor wajib
Informasi ini disusun untuk satu tahun tunggal berdasarkan suatu induk perusahaan dan diaudit oleh auditor wajib. HUkum komersial tidak mengharuskan laporan arus kas.

Perusahaan yang mencatatkan sahamnya harus menyusun laporan keuangan sesuai dengan Undang-undang Pasar Modal (SEL) yang secara umum mewajibkan laporan keuangan dasar yang sama dengan hukum komersial ditambah dengan laporan arus kas. Namun menurut SEL laporan keuangan konsolidasi yang utama bukan laporan keuangan induk perusahaan. Laporan keuangan dan skedul yang disusun sesuai dengan SEL harus diaudit oleh auditor independen. Ramalan arus kas untuk 6 bulan kedepan dimasukkan sebagai informasi tambahan dalam laporan kepada Kementerian Keuangan. Laporan ramalan lainnya juga dilaporkan. Secara keseluruhan, jumlah pelaporan ramalan perusahaan sangat besar di Jepang. Namun informasi ini hanya dilaporkan dalam laporan wajib dan jarang sekali disajikan dalam laporan tahunan untuk pemegang saham.

Tugas 2 SOFTKILL AKUNTANSI INTERNATIONAL

Tugas 2 Softskill Akuntansi Internasional

ANALISIS DISCLOSURE INDEX PADA PERUSAHAAN SEKTOR KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

Disusun Oleh :
1. Dwi Fatmasari (22210183)
2. Khaerunnisa (23210879)
3. Purba Claudia Angraeni (25210418)
4. Ria Setiani (29210159)
5. Wulandari (28210581)

Mata Kuliah : Akuntansi Internasional
Kelompok : 8 (Delapan) Negara Jepang
Kelas : 4EB04

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
DEPOK
2014

Pembahasan
Pengertian Disclosure
Disclosure adalah pengungkapan atau penjelasan, pemberi informasi oleh perusahaan, baik yang positif maupun negatif, yang mungkin berpengaruh atas suatu keputusan investasi (Ahmad Antoni K. Muda, 2003, hal 113).

Profil Emiten
Dalam penulisan ini yang menjadi objek adalah emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2004 yang berjumlah 55 perusahaan, tahun 2005 yang berjumlah 60 perusahaan dan tahun 2006 yang berjumlah 64 perusahaan.

Tabel 1
Disclosure Index Laporan Tahun 2004-2006 Perusahaan Sektor Keuangan BEI

Penyusunan Index
Dalam penulisan ini penulis melakukan penyusunan disclosure indexlaporan tahunan dengan cara memilih disclosure item berdasarkan penelitian Djoko Susanto 1992 dan Peraturan Bapepam nomor X.K.6.

Tabel 2
Rata-rata Disclosure Index (DI) Pada Setiap Item
No
Item Of Disclosure
2004%
2005%
2006%
1
Ikhtisar data keuangan penting.
100
100
100
2
Informasi harga saham tertinggi, terendah dan penutupan.
67,27
63,33
75
3
Laporan dewan komisaris mengenai penilaian terhadap kinerja direksi mengenai pengelolaan perusahaan.
41,82
56,67
54,69
4
Laporan dewan komisaris mengenai pandangan atas prospek usaha perusahaan yang disusun oleh direksi.
10,91
11,67
12,50
5
Laporan direksi mengenai kinerja perusahaan.
60
75
75
6
Laporan direksi mengenai gambaran tentang prospek usaha.
14,55
10
25
7
Laporan direksi mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang telah dilaksanakan oleh perusahaan.
30.91
41,67
51,56
8
Nama dan alamat perusahaan.
90,91
86,67
96,88
9
Riwayat singkat perusahaan.
69,09
68,33
68,75
10
Bidang dan kegiatan usaha perusahaan meliputi jenis produk dan atau jasa yang dihasilkan.
65,45
58,33
60,94
11
Struktur organisasi dalam bentuk bagan.
50,91
46,67
75
12
Visi dan misi perusahaan.
49,09
73,33
79,69
13
Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota dewan komisaris.
78,18
85
92,19
14
Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota direksi.
78,18
83,33
92,19
15
Jumlah karyawan dan deskripsi pengembangan kompetensinya (misalnya: aspek pendidikan dan pelatihan karyawan yang telah dan akan dilakukan).
52,73
58,33
71,88
16
Uraian tentang nama pemegang saham dan persentase kepemilikannya.
36,36
46,67
62,50
17
Nama anak perusahaan dan perusahaan asosiasi, persentase kepemilikan saham, bidang usaha dan status operasi perusahaan tersebut.
16,36
13,33
17,19
18
Kronologis pencatatan saham dan perubahan jumlah saham dari awal pencatatan hingga akhir tahun buku serta nama Bursa Efek dimana saham perusahaan dicatatkan.
23,64
30
34,38
19
Nama dan alamat lembaga dan atau profesi penunjang pasar modal.
21,82
23,33
35,94
20
Penghargaan dan sertifikasi yang diterima perusahaan baik yang berskala nasional ataupun internasional.
18,18
23,33
34,38
21
Nama dan alamat anak perusahaan dan atau kantor cabang atau kantor perwakilan.
63,64
56,67
64,06
22
Tinjauan operasi per segmen usaha .
14,55
8,33
21,88
23
Analisis kinerja keuangan yang mencakup perbandingan antara kinerja keuangan tahun yang bersangkutan dengan tahun sebelumnya.
83,64
80
78,13
24
Prospek usaha dari perusahaan
18,18
16,67
31,25
25
Aspek pemasaran atas produk dan atau jasa perusahaan, antara lain: strategi pemasaran dan pangsa pasar.
21,82
21,67
26,56
26
Kebijakan deviden dan tanggal serta jumlah deviden.
38,18
25
32,81
27
Tata kelola perusahaan (Corporate Governance).
80,00
80
96,88
28
Tanggung jawab direksi atas laporan keuangan.
36,36
45
84,38
29
Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit.
100
93,33
92,19
30
Tanda tangan anggota direksi dan anggoa dewan komisaris.
63,64
75
82,81
31
Informasi tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan.
30,91
26,67
34,38
32
Ringkasan statistik keuangan unuk 3 – 5 tahun.
69,09
86,67
85,94
33
Informasi tentang penelitian dan pengembangan.
3,64
3,33
4,69

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa berdasarkan disclosure item dalam laporan tahunan perusahaan, item yang mendapatkan perhatian paling besar oleh perusahaan pada tahun 2004,2005 dan 2006 adalah ikhtisar laporan keuangan penting karena disajikan sebanyak 100% dari seluruh perusahaan. Sedangkan informasi tentang penelitian dan pengembangan merupakan item yang paling sedikit di setiap tahun diungkap oleh perusahaan yaitu hanya 3,64%, 3,33%, 4,69% dari seluruh perusahaan.

Tugas 1 softkill Akuntansi International

SISTEM AKUNTANSI DI NEGARA JEPANG

Disusun Oleh :

1. Dwi Fatmasari (22210183)
2. Khaerunnisa (23210879)
3. Purba Claudia Angraeni (25210418)
4. Ria Setiani (29210159)
5. Wulandari (28210581)

Mata Kuliah : Akuntansi Internasional
Kelompok : 8 (Delapan) Negara Jepang
Kelas : 4EB04

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
DEPOK
2014

A. PENDAHULUAN
Akuntansi Internasional mempunyai peran yang sangat kompleks, dimana ruang lingkup pelaporannya ialah perusahaan yang multinasional dengan operasi dan transaksi lintas Negara dengan kewajiban pelaporannya terhadap pengguna pelaporan di Negara lain.
Standar akunansi adalah regulasi atau aturan (termasuk pula hukum dan anggaran dasar yang mengatuir penyusunan laporan keuangan. Penetapan standar akuntansi melibatkan gabungan kelompok sektor swasta yang meliputi profesi akuntansi, pengguna dan penyusun laporan keuangan, para karyawan dan kelompok publik yang meliputi badan otoritas pajak, kementrian yang bertanggung jawab atas hukum komersial dan koisi pasar modal

B. PEMBAHASAN
SISTEM AKUNTANSI JEPANG
Akuntansi dan pelaporan keuangan di Jepang mencerminkan gabungan berbagai pengaruh domestic dan internasional. Dua badan pemerintah yang terpisah bertanggung jawab atas regulasi akuntansi dan hukum pajak penghasilan perusahaan di Jepang memiliki pengaruh lebih lanjut pula. Pada paruh pertama abad ke-20, pemikiran akuntansi mencerminkan pengaruh Jerman. Pada paruh kedua, ide-ide dari AS yang berbengaruh. Akhir-akhir ini, pengaruh badan Badan Standar Akuntansi Internasional mulai merasakan dan pada tahun 2001 perubahan besar terjadi dengan pembentukan organisasi sector swasta sebagai pembuat standar akuntansi.
Penggunaan kredit bank dan modal utang yang meluas untuk membiayai perusahaan besar terbilang sangat banyak bila dilihat dari sudut pandang Barat dan manajemen perusahaan terutama lebih bertanggung jawab kepada bank dan lemabaga keuangan lainnya dibandingkan kepada para pemegang saham. Pemerintah pusat juga memberlakukan control ketat atas berbagai aktivitas usaha di Jepang, yang berarti kontrol birokrasi yang kuat dalam masalah-masalah usaha, termasuk akuntansi. Pengetahuan mengenai kegiatan usaha utamanya terbatas pada perusahaan dan pihak dalam lainnya seperti bank dan pemerintah.

Modal usaha perusahaan-perusahaan jepang ini, sedang dalam perubahan seiring dengan reformasi structural yang dilakukan Jepang untuk mengatasi atau menggerakakan stagnasi ekonomi yang berawal pada tahun 1990-an. Krisi keuangan yang mengikuti “Pergerakan Ekonomi” Jepang juga disebabkan oleh review standardisasi laporan keuangan Jepang. Jelas terlihat bahwa banyak praktik akuntansi menyembunyikan betapa buruknya perusahaan di Jepang. Sebagai contoh:
· Hilangnya konsolidasi standardisasi yang menyebabkan adanya perusahaan Jepang yang menutupi kerugian operasional dalam usahan gabungan. Investor tidak dapat melihat apakah kegiatan operasional perusahaan sepenuhnya benar-benar menguntungkan.
· Kewajiban pension dan pesangon hanya diakui 40 persen dari jumlah pinjaman karehana hal itu merupakan batas pengurang pajak mereka. Hal ini mengarah pada praktik rendahnya kewajiban pension.
· Pemegang saham dibebanin biaya, bukan berdasarkan harga pasar. Dibuat untuk mempertegas kohesi dari keiretsui, sehingga sehingga saham silang sangatlah luas. Perusahaan menahan mereka yang rugi, akan tetapi menjual mereka yang untunng untuk mendapatkan laba.
Perubahan besar dalam penetapan standar akuntansi di Jepang terjadi pada tahun 2001 dengan pembentukan Badan Standar Akuntansi Jepang atau Accounting Standards Board of Japan (ASBJ) dan lembaga pengawas yang terkait dengannya yang dikenal sebagai Lembaga Akuntansi Keuangan atau Financial Accounting Standards Foundation (FASF). ASBJ kini memiliki tanggung jawab utama untuk mengembangkan standardisasi pembukuan serta panduan implementasinya di Jepang. ASBJ memiliki 13 anggota, tiga di antaranya adalah anggota penuh. Juga terdapat staf teknik penuh untuk mendukung aktivitas tersebut. FASF bertanggung jawab untuk mendanai dan penamaan anggotanya. Pendanaan datang dari perusahaan dan profesi akuntan, bukan dari pemerintah. Sebagai organisasi sektor swasta yang independen, ABJ lebih kuat dan transparan bila dibandingkan dengan BAC, dan memiliki subjek hanya pada segelintir politisi dan saham khusus. ASBJ berkolaborasi dengan IASB dalam mengembangkan IFRS serta pada tahun 2005 meluncurkan proyek bersama dengan IASB untuk menghilangkan perbedaan yang ada antara IFRS dan standardisasi pembukuan Jepang. BAC tetap menjadi penasehat FSA mengenai standardisasi pembukuan dan juga bertanggung jawab untuk membuat standardisasi proses audit. Standardisasi pembukuan Jepang tidak boleh bertentangan dengan hukum komersial. Oleh karena itu, triangulasi standardisasi pembukuan, undang-undang perusahaan dan undang-undang perpajakan masih tetap menjadi gambaran dari laporan keuangan Jepang.
Tahap akhir yaitu signifikansi pengaruh kode pajak. Seperti di Perancis, Jerman dan dimana pun, beban dapat diklaim untuk kebutuhan pajak hanya jka telah dibooking secara penuh. Pendapatan kena pajak berdasarkan pada jumlah kalkulasi berdasarkan Undang-Undang Peruhsahaan tetapi jika hukum tersebut tidak menjlaskan mengenai perlakuan pembukuan.
Berdasarkan Undang-Undang Perusahaan, laporan keuangan serta jadwal yang mendukung pada perusahaan kecil dan menengah merupakan subjek untuk audit hanya oleh auditor yang berwenang. Baik auditor berwenang atau independen, keduanya harus mengaudit perusahaan besar. Auditor independen harus mengaudit laporan keuangan yang dipubkikasikan oleh perusahaan sesuai dengan undang-undang pertukaran dan sekuritas. Auditor yang berwenang tidak memerlukan kualifikasi professional dan ditugasi oleh perusahaan secara penuh. Auditor yang berwenang biasanya focus pada manajerial direktur dan baik bekerja sesuai dengan kewenangannya atau tidak. Auditor independen melibatkan pemeriksaan terhadap laporan dan catatan keuangan serta harus dilakukan oleh akuntan public bersertifikasi (Certified Public Accountants)-CPAs.
Japanese Institute of Sertified Public Accountants (JICPA) merupakan organisasi professional dari CPAs di Jepang. Sekuruh CPAs harus termasuk ke dalam JICPA. Sebagai tambahan untuk memberikan panduan mengenai pelaksanaan audit, JICPA mengeluarkan panduan mengenai permasalahan akuntansi, serta menyediakan input bagi ASBJ dalam mengembangkan standardisasi akunytansi. Standardisasi proses audit yang berlaku umum dikeluarkan oleh BAC daripada JICPA. Certified Public Accountant and Auditing Oversight Board dibentuk tahun 2003. Agensi pemeeerintahan, didesain untuk mengawasi dan mengontrol auditor serta meningkatkan kualitas audit di Jepang. Hal ini dicantumkan di FSA pada tahun 2004.

PELAPORAN KEUANGAN DI JEPANG
Perusahaan yang didirikan menurut Hukum Komersial diwajibkan menyusun laporan wajib yang harus mendapat persetujuan dalam rapat tahunan pemegang saham, yang berisi hal-hal berikut:
· Neraca
· Laporan Laba Rugi
· Lapora Usaha
· Proposal atas Penentuan Penggunaan (apropriasi) Laba ditahan
· Skedul Pendukung

Perusahaan yang mencatatkan sahamnya juga harus menyusun laporan keuangan sesuai dengan UU Pasar Modal yang secara umum mewajibkan laporan keuangan dasar yang sama dengan Hukum Komersial ditambah dengan laporan arus kas.

PENGUKURAN AKUNTANSI DI JEPANG
Hukum komersial mewajibkan perusahaan besar untuk menyusun laporan konsolidasi, perusahaan yang mencatat saham harus menyusun laporan konsolidasi sesuai dengan SEL. Akun perusahaan secara terpisah merupakan dast bagi laporan konsolidasi dan umumnya prinsip akuntansi yang sama digunakan untuk keduanya. Anak perusahaan dikonsolidasikan jika induk perusahaan secara langsung dan tidak langsung mengendalikan kebijakan keuangan dan operasionalnya.
Meskipun metode penyatuan kepemilikan diperbolehkan, metode pembelian unntuk penggabungan usaha umumnya digunakan. Goodwill diukut menurut dasar nilai wajar aktiva bersih yang diakuisisi dan diamortisasi selama maksimum 20 tahun, metode ekuitas digunakan untuk mencatat usaha patungan.

DELAPAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN AKUNTANSI INTERNASIONAL (JEPANG)
1. Sistem pendanaan
Perusahaan jepang saling memiliki ekuitas saham satu sama lain untuk memiliki perusahaan lain. pengadaan investasi antar perusahaan-perusahaan ini tentu akan melibatkan sumber pedanaan. sumber pedanaan terbesar di jepang yaitu bank. sistem pedanaan jepang disebut sistem berbasis kredit. Penggunaan kredit bank dan modal utang yang meluas dalam perusahaan-perusahaan jepang, maka pemerintah memberi focus atas perlindungan kreditor dengan memberlakukan control ketat atas berbagai usaha di jepang , seperti pengungkapan laporan perusahaan keuangan kepada publik.
2. Sistem Hukum
Jepang merupakan negara yang memiliki konsep hukum yang dicangkok dari beberapa negara. Jepang menganut sistem hukum kode (sipil), hukum kode diambil dari hukum romawi dank ode napoleon. sistem hukum kode adalah serangkaian hukum yang lengkap mencakup ketentuan dan prosedur, tentu aturan akuntansi akan dikombinasikan dan diselaraskan dengan hukum nasional. Hukum kode ini sangatlah kompleks dan lengkap. Pemerintah nasional jepang masih memiliki pengaruh paling signifikan terhadap akuntansi di jepang, regulasi akuntansi didasarkan pada 3 undang-undang yaitu :
Ø Hukum komersial , diatur oleh Kementrian Kehakiman atau ministry of justice (MOJ). Hukum komersial merupakan hukum inti regulasi jepang. Seluruh perusahaan wajib untuk menaati hukum komersial, seperti memenuhi aturan akuntansi dalam membuat neraca, laporan laba rugi, laporan usaha dll. Hal ini dilakukan unuk melindungi kreditur dan pemegang saham dalam menanamkan investasi di sebuah perusahaan. Standarisasi pembukuan jepang tidak boleh bertentangan dengan hukum komersial.
Ø Undang-undang pasar modal (Security and exchange law) dibuat oleh Kementrian Keuangan Finansial (Financial Service Agency). Tujuan utama dari SEL adalah untuk memberikan informasi dalam pengambilan keputusan investasi bagi investor.
Ø Undang-undang Pajak Penghasilan Perusahaan (corporate income tax law).

3. Perpajakan
Perpajakan di jepang terbagi menjadi pajak negara dan pajak daerah. pajak negara dan pajak daerah diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, salah satu pajak yang terdapat pada kedua jenis pajak tersebut adalah pajak perusahaan. Pajak perusahaan yang berada di jepang diatur oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan Perusahaan.
Adanya peraturan pajak ini, membuat seluruh perusahaan jepang mengatur sisi pendapatan dan beban (laba rugi) mereka untuk meminimalis biaya pajak penghasilan. Peraturan jepang mengenai besar pendapatan yang terkandung dalam pajak sangatlah ketat, sehingga rekayasa terhadap manajemen laba jarang terjadi pada perusahaan-perusahaan di jepang.
4. Ikatan Politik dan Ekonomi
Politik dan ekonomi merupakan dua hal yang memiliki kaitan yang erat, karena para pebisnis dapat merupakan aktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan politik dan sebaliknya. Model atau sistem ekonomi jepang dipengaruhi oleh adanya urusan politik dengan Amerika Serikat pada saat pasca Perang Dunia II. Jepang setelah PD II harus membayar ganti rugi perang dan harus mengubah Undang-undang Dasar Meiji menjadi Undang-undang dasar yang melambangkan kedemokrasian sesuai dengan ketentuan yang diajukan oleh Amerika. Rakyat Jepang pada saat itu juga mengalami depresi karena perekonomian yang tidak stabil dan demokrasi yang harus diterapkan oleh masyarakat Jepang terutama dibidang politik dan kepemerintahan. Setelah Kalah, Jepang diduduki oleh Amerika maka demokrasi yang Amerika anjurkan harus cepat berlangsung untuk pemulihan masyarakat Jepang.
Pada masa pasca Perang Dunia II, banyak generasi muda jepang uang belajar menuntut ilmu di Amerika Serikat dengan harapan bila kembali ke Jepang akan membawa perbaikan terhadap perekonomian Jepang pasca perang dunia II. Dalam masa ini, jepang perlahan mulai bangkit dari keterpurukannya, jepang membangun industri baja dan batubara. Jepang berharap dengan industri ini, akan meningkatkan pemasukan yang signifikan untuk peningkatan perekonomian. Pada akhirnya langkah yang diambil oleh jepang ini berhasil sehingga menjadikan negara jepang sebagai negara pertumbuhan ekonomi dengan masa rekontruksi perekonomian tercepat pada saat itu.

5. Inflasi
Inflasi merupakan gejala ekonomi yang tumbuh dan berkembang dalam perekonomian dunia, yang dapat melemahkan perekonomian secara umum. Inflasi, dapat menimbulkan masalah dalam bidang akuntansi. Penyajian informasi keuangan yang dilaporkan oleh akuntansi yang didasarkan pada biaya historis menjadi tidak relevan, sebab keyataan perekonomian suatu negara senantiasa dipengaruhi oleh gejolak inflasi.
Inflasi merefleksikan tingkat harga umum yang tidak stabil. oleh karena itu asumsi unit moneter yang stabil dalam biaya historis hanyalah akan mengakibatkan laporan keuangan yang dihasilkan menjadi kurang handal karena tidak memasukan unsur perubahan tingkat harga yang terjadi saat ini. maka hasil penilaian kinerja perusahaan dapat menjadi keliru diakibatkan kurangnya relevan laporan keuangan tersebut.
Tingkat inflasi di negara jepang tidak begitu buruk jika dibandingkan dengan negara lainnya. rata-rata inflasi jepang dari tahun ke tahun yang paling besar yaitu 0,2%. Namun, jepang sendiri telah mengadopsi IFRS dalam hal penyajian laporan keuangan ketika terjadi inflasi. Jika terjadi inflasi maka ada beberapa metode yang bisa digunakan oleh perusahaan yaitu :
a) Menyajikan akun-akun biaya kini sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya historis.
b) Menyajikan akun-akun biaya historis sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya kini.
6. Tingkat Perkembangan Ekonomi
Jepang merupakan salah satu Negara paling maju di dunia. Saat ini ekonomi pasar bebas dan industri Jepang merupakan yang ketiga terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan Republik Rakyat Cina, dilihat dari segi varitas daya beli internasional. Ekonomi jepang ini dibentuk dari semua elemen yang membentuk ekonomi modern yaitu : industri, perdagangan, pertanian, dan lain sebagainya. ndustri ekspor utama Jepang adalah otomotif, elektrik konsumen, komputer, semikonduktor, besi dan baja. Industri penting lain dalam ekonoi Jepang adalah petrokimia, farmasi, bioindustri galangan kapal, dirgantara, tekstil dan makanan yang diproses.Industri manufaktur Jepang banyak bergantung pada impor bahan mentah dan bahan bakar minyak. Kesemuanya ini disokong oleh sistem informasi dan transportasi serta perbankan yang baik. Tingkat perkembangan keragaman bisnis ini tentu akan membuat sistem akuntansi jepang berkembang secara signifikan.
7. Tingkat Pendidikan
Jepang merupakan salah satu negara yang memprioritaskan pendidikan dan selalu berupaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bagi negara jepang pendidikan merupakan alat yang berperan sangat penting guna meningkatkan sumber daya manusia. dimana kualitas pendidikan harus terus ditingkatkan karena mampu menentukan kualitas sumber daya manusia negara itu sendiri. Pendidikan khususnya dibidang akuntansi di jepang diharapkan mampu membentuk sumber daya manusia yang mampu meningkatkan perekonomian negara, menghadapi tantangan lapangan kerja, masa depan, maupun kemajuan zaman yang kian menuntut keahlian.
8. Budaya
Budaya sendiri berpengaruh terhadap perilaku masing-masing individu dalam mendasari pengaturan kelembagaan di suatu negara yang nantinya akan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap akuntansi. Pada dasarnya akuntansi harus memberikan respon terhadap kebutuhan masyarakat akan informasi yang tentu saja akan mencerminkan dari kondisi kebudayaan setempat. Jepang merupakan masyarakat tradisional dengan akar budaya dan agama yang kuat dan sosialisasi yang tinggi antar masyarakat. hal ini dapat tercermin pada Perusahaan Jepang yang saling memiliki ekuitas saham satu sama lain, dan seringkali bersama-sama memiliki perusahaan lain. Investasi yang saling bertautan ini menghasilkan konglomerasi industry yang meraksasa yang disebut sebagai keiretsu. kondisi ini tentu membuat pemerintah jepang dan lembaga akuntansi terkait di jepang menyusun sejumlah regulasi untuk mengatur hubungan perusahan-perusahan tersebut.

Sumber :
Frederick D. S. Choi, Gary K. Meek, 2010, International Accounting, 6th edition, Salemba Empat: Jakarta
http://frwarandy.blogspot.com/
http://danstrue.blogspot.com/2013/04/akuntansi-international-sistem.html

Opini kasus pelanggaran hukum yang diawali dengan pelanggaran etika ditahun 2013

UU Pers, Perlindungan Wartawan dan Pelanggaran Kode Etik

Dalam sebuah Pelatihan Jurnalistik di Bagansiapi-api, seorang peserta bertanya dengan lugas: “Pak, bukankah sekarang era kebebasan pers tapi kenapa kita dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik dibatasi hak mendapatkan informasi.

Dihalang-halangi, bahkan diperlakukan seperti preman. Bukankah wartawan itu dilindungi undang-undang?”

Pertanyaan itu spontan membuat peserta lain bertepuk tangan. Dan, seakan bersemangat mendengar ulasan, apa kira-kira jawaban saya di pelatihan itu.

Bagi saya, pertanyaan itu bukan hal baru. Dalam banyak pelatihan di mana saya selalu mendapat jatah menyampaikan soal Undang-undang Pers dan Kode Etik, masalah kekerasan dan perlindungan terhadap wartawan, seakan menjadi pertanyaan yang berlangganan.

Tak jarang pertanyaan serupa diselingi dengan kasus-kasus yang menimpa wartawan di lapangan.

Freedom of Press atau kebebasan pers (UU Pers memakai istilah kemerdekaan), dalam masyarakat sipil yang demokratis adalah sebuah keharusan.

Sebab, masyarakat yang demokratis itu sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Melalui HAM pers mampu menyalurkan hak-hak sipil, baik hak berekspresi maupun hak menyampaikan pendapat secara lisan dan tertulis.

Bagi negara-negara penganut paham demokrasi, penyaluran hak-hak sipil itu hanya dapat dilakukan apabila sistem persnya bebas (pers liberal).

Indonesia merupakan salah satu negara penganut paham pers liberal. Liberalisasi pers itu dapat kita temukan dalam Undang-undang No 40/ 1999 tentang Pers.

Pasal 4 UU itu menegaskan: Pertama, Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia. Kedua, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.

Ketiga, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Ketentuan ini berbeda dengan pers di zaman Orde Baru yang menganut paham otoritarian. Pers nasional di zaman Orba dikooptasi oleh negara sehingga fungsi pers tak lebih dari sekadar menjadi corong pemerintah.

Di masa ini pula kita menyaksikan banyaknya tindakan anti terhadap pers. Tak sedikit wartawan yang dijebloskan ke penjara, diintimidasi, digebuki bahkan dicabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers nya. Alias dimatikan.

Pers Orde Reformasi adalah refleksi kebangkitan masyarakat sipil (civil society) yang bertekad membangun sebuah tatanan pemerintahan demokratis setelah lebih dari 30 tahun berada dalam masyarakat yang otoritarian. Boleh disebut, liberalisasi pers di era Reformasi adalah perjuangan panjang masyarakat pers dan komponen masyarakat lainnya setelah disuguhi pil pahit oleh pemerintahan Soeharto. Dipenjara, diasingkan, ditangkap, diintrogasi, dibredel itulah antara lain perilaku otoritarian yang dirasakan orang-orang pers dalam menjalankan fungsi pemantauan.

Demokrasi dan demokratisasi tidak hanya memerlukan kuatnya eksistensi pers sebagai pilar keempat, tetapi sekaligus memerlukan sinergi positif untuk saling memberi kontribusi yang terbaik. Melalui pers yang merdeka, penyelenggaraan pemerintahan dan demokrasi dapat dikontrol supaya tetap berjalan pada “jalan yang lurus dan benar”. Pers juga memperjuangkan keadilan dan kebenaran, dan berdasarkan fungsi tersebut pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi (the fourth estate). Fungsi dimaksud baru dapat dijalankan secara optimal apabila pers mendapat jaminan kemerdekaan dari pemerintah melalui undang-undang.

Perlindungan Wartawan
Benarkah wartawan mendapat perlindungan hukum? Pertanyaan itu mudah-mudah sulit dijawab. Akan tetapi wartawan tak ada bedanya dengan profesi lain. Dokter, advokat, guru, politisi, akademisi, birokrat dan para buruh, semuanya adalah anak-anak bangsa yang dilindungi hak-haknya secara konstitusional. Perlindungan yang sama terhadap anak-anak bangsa itu sesuai pula dengan asas equality before the law (setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum). Equality before the law berasal dari pengakuan terhadap individual freedom. Thomas Jefferson menyatakan bahwa “that all men are created equal” terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar manusia. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian konsep equality before the law telah diintodusir dalam konstitusi, suatu pengakuan tertinggi dalam sistem peraturan perundang-undangan di Tanah Air.

Perlindungan hukum untuk wartawan adalah amanah UU No 40/1999 tentang Pers. Dalam Pasal 8 dikatakan, ‘’Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum’’. Yang dimaksud dengan ‘’perlindungan hukum’’ oleh undang-undang ini adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang jadi masalah adalah, bagaimana memahami rumusan ketentuan undang-undang itu. Bila memakai rumus penulisan klasik piramida terbalik yang bertumpu pada 5W+1H maka pertanyaan atas perlindungan hukum terhadap wartawan itu berkisar pada: “Apa, Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa dan Bagaimana”. Atau “Apa, Siapa, Mengapa, Bilamana, Dimana dan Bagaimana”. Rumusan ini lah yang sampai sekarang sulit dirumuskan karena Pasal 8 UUPers itu sendiri mengundang multi tafsir.

Dalam Teori Hak Asasi Manusia (HAM) perlindungan terhadap wartawan itu merupakan bagian dari HAM yang berkait kelindan dengan tugas-tugas jurnalistik yang meliputi hak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Perlindungan HAM tidak saja bermakna sebagai jaminan negara memproteksi HAM dalam berbagai kebijakan regulasi, tetapi juga reaktif melakukan tindakan hukum apabila terjadi pelanggaran hukum. Dr Suparman Marzuki berpendapat, jika dalam suatu negara, HAM terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka negara tidak dapat disebut sebagai negara hukum dan demokrasi dalam arti sesungguhnya.

Masuknya kata ‘’perlindungan hukum’’ ke dalam UU Pers jelas semakin memperkokoh pelaksanaan tugas wartawan di dalam mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan (6M) informasi kepada masyarakat, sebab unsur 6M itu terkait dengan kepentingan masyarakat dalam mendapatkan informasi, dan jaminan kepada pers di dalam menjalankan fungsi-fungsi pers terutama fungsi sosial kontrol yang memang diperlukan untuk menopang bangunan demokrasi.

Hanya saja, perlindungan hukum terhadap wartawan dalam 6M diberikan secara terbatas oleh undang-undang, yakni pada saat wartawan melaksanakan kegiatan-kegiatan jurnalistik. Di luar aktivitasnya sebagai wartawan, misalnya saat berada di mal bersama keluarga, di kedai kopi ngobrol bareng teman-temannya, atau sedang liburan dengan sanak famili, Undang-undang Pers tidak memberikan jaminan perlindungan hukum. Karenanya patut dibedakan, kapan Pasal 8 UU Pers tersebut berlaku bagi wartawan, dan kapan pula tidak. Ini patut dipahami oleh para wartawan agar tidak timbul penafsiran yang beragam terhadap rumusan Pasal 8. Dan, wartawan tidak pula merasa membusungkan dada bahwa dirinya dilindungi oleh undang-undang sepanjang waktu berprofesi jurnalistik.

Pelanggaran Kode Etik
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) adalah rumah kita. Panduan dan pedoman bagi wartawan di dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik. Pasal 7 UU Pers menegaskan, “Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik”.

Menaati mengandung perintah bahwa wartawan wajib menjalankan profesinya beralaskan kepada KEJ.

Pelanggaran terhadap KEJ merupakan pelanggaran atas kaedah hukum, dan bukan pelanggaran etika atau moral semata. Sebab, ketaatan atas KEJ telah diperintahkan oleh UU Pers.

Fakta menunjukkan bahwa, liberalisasi pers tidak ditopang dengan resourches yang kredibel sehingga dalam praktik sering ditemukan, wartawan banyak melakukan pelanggaran atas KEJ tak terkecuali di Provinsi Riau terutama di kabupaten/ kota.

Pelanggaran KEJ itu selain disebabkan tak dipahaminya kode etik juga karena munculnya anggapan di internal wartawan bahwa mereka bebas mengakses informasi apapun yang terkait dengan kepentingan umum tanpa mempertimbangkan kepentingan nara sumber apalagi investigasi mereka merasa terlindungi oleh UU No 14/ 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Ragam atas pelanggaran itu dapat disimak dari pengaduan masyarakat ke Dewan Pers sepanjang tahun 2012 dimana dari 167 pengaduan, 88 di antaranya mengadukan masalah pemberitaan media.

Disusul kemudian kekerasan menimpa wartawan, perilaku wartawan, menghalangi wartawan, tidak memuat hak jawab, wartawan/ media digugat karena berita, UU Pers tidak digunakan penegak hukum dan lain-lain.

Dewan Pers kemudian mempilah pengaduan-pengaduan yang masuk itu ke dalam dua jenis. Yakni pertama, pengaduan menyangkut kinerja pers oleh masyarakat, pemerintah dan lain-lain. Kedua, pengaduan kalangan wartawan terhadap kekerasan yang mereka alami di lapangan.

Di lain pihak Dewan Pers juga menemukan fakta bahwa wartawan banyak melakukan pelanggaran terhadap KEJ.

Adapun substansi KEJ yang dilanggar itu antara lain meliputi tidak terpenuhinya perimbangan berita, wartawan mencampur-adukkan fakta dengan opini, informasi yang tidak akurat, tidak melakukan konfirmasi, tidak jelas nara sumber pemberitaan, dan lain-lain pelanggaran.

Dari data yang dipublikasikan Dewan Pers dalam tahun 2012, media cetak dilaporkan sebanyak 66, media elektronik 21 dan online 21. Total pengaduan yang masuk berjumlah 108.

KEJ merupakan landasan moral profesi yang harus ditaati dan dipedomani oleh setiap wartawan. Prof Bagir Manan menyebut, hasil pertanggungjawaban seorang wartawan tercermin dari bagaimana wartawan memahami dan mentaati kode etik.

Wartawan yang tidak memahami kode etik, kata Bagir, akan cendrung menghasilkan karya-karya yang tidak memenuhi standar jurnalisitk dan bahkan membuka peluang terjadinya tuntutan hukum.

Mengutip Mahbub Junadi, Bagir Manan menegaskan, wartawan yang bekerja tanpa mengindahkan kode etik bagaikan teroris. Saya sependapat dengan pandangan itu. Tetapi yang lebih mencemaskan dengan ketidakpatuhan terhadap kode etik itu adalah masa depan freedom of press.***

sumber :
Syafriadi, Ketua Serikat Perusahaan Pers Cabang Riau
http://m.riaupos.co/2519-opini-uu-pers,-perlindungan-wartawan–dan-pelanggaran-kode-etik.html

UU tentang Kode Etik Akuntan Publik dalam menghadapi Era IFRS

UU tentang Kode Etik Akuntan Publik dalam menghadapi Era IFRS

Pengertian Akuntan Publik
Akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik di Indonesia. Ketentuan mengenai akuntan publik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Setiap akuntan publik wajib menjadi anggota Institut Akuntan Pubik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang diakui oleh Pemerintah. Izin akuntan publik dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku selama 5 tahun (dapat diperpanjang).

Prinsip Kode Etik Profesi Akuntan Publik
Prinsip Pertama- Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Prinsip Kedua- Kepentingan Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Prinsip Ketiga- Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Prinsip Keempat- Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Prinsip Kelima- Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.
Prinsip Keenam- Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Prinsip Ketujuh- Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan- Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

Gambaran Umum UU NO.5 TAHUN 2011
UU ini pertama kali disahkan oleh Presiden kita Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 3 Mei 2011. UU ini terdiri dari 62 pasal yg dibagi kedalam 16 bab yg mengatur dari hak & kewajiban, perijinan Akuntan Publik , kerja sama Akuntan Publik,”SANKSI ADMINISTRATIF”. Dalam UU ini sanksi-sanksi yang diberlakukannya semakin ketat dan jelas.
Tujuan dari UU Akuntan Publik ini adalah untuk melindungi kepentingan publik, mendukung perekonomian yg sehat, efisien, dan transparansi, memelihara integritas profesi AP, meningkatkan kompetensi dan kualitas profesi AP, melindungi kepentingan profesi AP sesuai dengan standard dan kode etik profesi.
Beberapa point hal baru antara lain: terkait jasa (pasal 3), proses menjadi AP & perijinan AP (pasal 5&6), rotasi audit (pasal 4),AP asing (pasal 7), Bentuk usaha AP (pasal 12), Rekan non AP (pasal 14-16), Pihak terasosiasi (pasal 29 & 52),KPAP (komite profesi akuntan publik) (pasal 45-48), OAI (organisasi audit Indonesia) (pasal 33-34), Kewenangan APAP (asosiasi profesi akuntan publik) (pasal 43-44), Tanggung jawab KAPA/OAA (pasal 38-40), Jenis sanksi administrasi (pasal 53), dan Sanksi pidana (pasal 55-57).

PENGERTIAN IFRS
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).

Akuntan Publik dalam menghadapi Era IFRS

Banyak sisi pandang yang dapat kita analisis saat disahkannya UU No.5 Tahun 2011 oleh Presiden SBY. Pokok bahasan yang paling sering dibicarkan saat ini secara umum untuk Negara Indonesia dan khususnya untuk Tenaga ahli Akuntan Publik di Indonesia, adalah menghadapi Konvergensi atau adopsi standar keuangan yang baru dari PSAK menjadi IFRS.
International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi berkualitas tinggi dan kerangka akuntasi berbasiskan prinsip yang meliputi penilaian profesional yang kuat dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu, dan akuntansi terkait transaksi tersebut. Dengan demikian, pengguna laporan keuangan dapat dengan mudah membandingkan informasi keuangan entitas antar negara di berbagai belahan dunia.

Dampaknya, dengan mengadopsi IFRS berarti mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Suatu perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan keuangannya. Tidak mengherankan, banyak perusahaan yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global.
Sasaran konvergensi IFRS yang telah dicanangkan IAI pada tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012. Banyaknya standar yang harus dilaksanakan dalam program konvergensi ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi DSAK IAI periode 2009-2012. Implementasi program ini akan dipersiapkan sebaik mungkin oleh IAI. Dukungan dari semua pihak agar proses konvergensi ini dapat berjalan dengan baik tentunya sangat diharapkan.
Apalagi Undang-Undang No.5 Tentang Akuntan Publik memang sudah nyata-nyata memberikan lampu hijau bagi akuntan asing untuk berkiprah di kancah nasional. Secara tidak langsung, kompetisi tersebut bisa membuat akuntan Indonesia kehilangan pangsa pasar karena perusahaan-perusahaan di Indonesia memilih untuk merekrut akuntan asing.

Maka dari itu Akuntan Publik diharapkan dapat segera mengupdate pengetahuannya sehubungan dengan perubahan SAK, mengupdate SPAP dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. Akuntan Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan Akuntan Manajeman, melakukan gap analysis dan menyusun road map konvergensi IFRS serta berkoordinasi dengan proyek lainnya untuk optimalisasi sumber daya.

Banyak hal dalam IFRS yangakan diadopsi brbeda dengan prinsip yang saat ini berlaku. Bberapa hal antara lain :
Penggunaan Fair-value Basis dalam penilaian aktiva, baik aktiva tetap, saham, obligasi dan lain-lain, sementara sampai dengan saat ini penggunaan harga perolehan masih menjadi basic mind akuntansi Indonesia. Sayangnya IFRS sendiri belum memiliki definisi dan petunjuk yang jelas dan seragam tentang pengukuran berdasarkan nilai wajar ini.
Jenis laporan keuangan berdasarkan PSAK terdiri dari 4 elemen (Neraca, Rugi-Laba dan Perubahan Ekuitas, Cashflow, dan Catatan atas Laporan keuangan). Dalam draft usulan IFRS menjadi 6 elemen (Neraca, Rugi-Laba Komprehensif, Perubahan Ekuitas, Cashflow, Catatan atas Laporan keuangan, dan Neraca Komparatif). Penyajian Neraca dalam IFRS tidak lagi didasarkan pada susunan Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan Aktiva dan Kewajiban usaha, Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas. Laporan Cashflow tidak disajikan berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi dan Pendanaan, melainkan berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan investasi), Cashflow perpajakan dan Cashflow penghentian usaha.
Perpajakan perusahaan, terutama terkait pajak atas koreksi laba-rugi atas penerapan IFRS maupun atas revaluasi aktiva berdasarkan fair-value basis.

Tujuan IFRS adalah :
Memastikan laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimasukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi.
Transparasi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.

Manfaat dari adanya suatu standard global IFRS :
1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Stadart pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi local
2. Investor dapat membuat keputusan yang lebih baik
3. Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi
4. Gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi.

Sumber :
http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?id=373

http://madewahyudisubrata.blogspot.com/2012/11/ifrs-dan-konvergensi-ifrs-di-indonesia.html

http://iaisertifikasi.blogspot.com/2013/03/konvergensi-ifrs-menghadapi-tantangan.html

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/06/24/122184